MENCIPTAKAN memori positif anak kita di masa kecilnya membantunya tumbuh dengan kepribadian yang positif pula. Kebahagiaan anak di masa dewasa bergantung dengan kebahagiannya di masa kecil, kekecewaannya di masa dewasa bergantung pula pada kekecewaannya di masa kecil.
Oleh karena itu orang tua harus bisa menahan perilaku dan emosi negatif yang dapat merusak memori sang anak.
Ustaz Harry Santosa pernah mengingatkan kita tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pernah dengan keras menegur seorang ibu yang menarik bayinya dengan keras karena pipi di pangkuan Rasulullah.
Beliau mengingatkan untuk selalu berlaku lemah lembut kepada bayinya. Pipis yang membasahi baju bisa dibersihkan tetapi perbuatannya yang kasar dan keras akan diingatnya sepanjang hayat.
Baca Juga: Pentingnya Self-Care bagi Orang Tua untuk Tumbuh Kembang Anak
Pentingnya Orang Tua Menciptakan Memori Positif Anak di Masa Kecilnya
Memori yang buruk anak kita tentang perbuatan orang tuanya akan menyebabkan luka persepsi. Setiap luka persepsi akan melahirkan persepsi yang buruk terhadap kehidupan anak kita kelak ketika mereka dewasa.
Ada seorang psikolog yang mengatakan bahwa satu hari yang membahagiakan seorang anak ketika mereka kecil, akan menyelamatkan satu hari ketika mereka dewasa.
Beberapa hari yang membahagiakan seorang anak di masa kecil, akan menyelamatkan beberapa hari ketika mereka dewasa.
Dan seluruh hari yang membahagiakan anak sepanjang masa anak-anaknya akan menyelamatkan seluruh hidupnya ketika dewasa kelak.
Inilah pentingnya membangun memori positif anak-anak terhadap orang tuanya, terhadap alamnya, terhadap masyarakatnya, terhadap agamanya sejak usia dini.
Rasulullah membiarkan cucunya bermain kuda-kudaan ketika beliau sedang sujud dalam shalatnya, hingga kedua cucunya puas.
Ini semata-mata untuk mengonstruksi memori positifnya tentang ibadah.
Lihatlah bagaimana Rasulullah membolehkan Aisyah kecil memainkan boneka, memiliki tirai bergambar dan seterusnya.
Ini semata-mata agar anak-anak memilik memori positif tentang kehidupannya.
Lihatlah bagaimana Rasulullah meminta imam sholat memendekkan bacaaannya apabila terdapat anak-anak di dalam shaf makmumnya.
Ini semata-mata memiliki memori positif tentang shalat dan Tuhannya.
Hati-hati dengan wajah kita, jangan pernah menunjukkan wajah suram di hadapan anak-anak kita ketika memandang wajahnya, belailah kepadanya dengan bershalawat.
Juga jangan pernah berwajah ketus ketika memberi sedekah ke fakir miskin dan sebagainya. Itu semua akan mematikan fitrah keimanan anak kita.
Bila anak-anak kita telah memiliki memori yang baik dan positif tentang Allah, shalat, Al-Quran, alam semesta, dan sebagianya sejak usia 0-6 tahun, maka ketika shalat diperintahkan pada usia 7 tahun, akan seperti pucuk dicinta ulam tiba.
Tidak ada perlawanan apapun kecuali kebahagiaan menyambutnya. Hal ini berlaku untuk syariat lainnya. [Ln]