MENELADANI Rasulullah dalam mendidik generasi Sahabat. “Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”
(HR. Ahmad bin Hambal, Imam Al Haakim, dan Imam Al Bukhari)
Dalam hadis ini, Rasulullah ingin mempertegas bahwa risalah yang beliau diutus untuknya adalah untuk menyempurnakan akhlak.
Tujuan risalah ini bukan semata-mata untuk memberi nasihat atau bukan juga sekedar khutbah di mimbar-mimbar.
Lebih jauh lagi, tujuannya untuk melahirkan manusia-manusia yang berakhlak indah.
Tugas utama Rasulullah adalah menerapkan pemikiran yang sifatnya teoritis dalam al qur’an menjadi manusia-manusia nyata yang akhlaknya menjadi teladan seluruh umat manusia.
Baca Juga: Keteladanan Ayah Bunda
Meneladani Rasulullah dalam Mendidik Generasi Sahabat
Mari kita lanjutkan pokok pendidikan Rasulullah yang telah disampaikan di edisi sebelum ini.
Memahami diennul Islam dan menerapkannya dalam segala aspek kehidupan
Umat Islam telah mencapai puncak kejayaannya. Puncak kejayaan ini dapat diraih karena umat Islam berpegang teguh pada cahaya kemuliaan Islam, yaitu Al Qur’an dan sunnah.
Hal tersebut terus dilakukan hingga sampai pada masanya hukum Islam terlepas dari masyarakat Islam. Umat islam saling berseteru dan bermusuhan.
Umat Islam mengekor di belakang hawa nafsu dan keserakahan. Umat Islam pun dengan mudah dicerai-beraikan. Fenomena seperti ini terjadi karena tiga hal,
Ketidaktahuan akan agama
Banyak dari kita yang tidak memahami tabiat dari Islam itu sendiri. Banyak yang bahkan masih ragu-ragu jika Islam adalah jalan hidup kita dan kemudian mempertanyakan banyak hal.
Mereka masih tidak memahami jika Islam itu agama yang kuat dan agama keilmuan. Masih juga ada yang meragukan jika Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah di bumi.
Allah telah memuliakan manusia atas makhluk lainnya dengan memberikan tanggung jawab sebagai pemimpin di dunia.
Allah juga telah menciptakan manusia dengan bentuk yang sempurna dan segala anugerah bentuk yang sempurna itu dimaksudkan untuk digunakan demi beribadah pada Allah.
Allah telah menundukan alam ini untuk digunakan sebagai sarana keilmuan dan kehidupan manusia. Namun kita tidak memikirkan apa maksud penciptaan manusia dan alam semesta ini.
Kita juga tidak pernah mengerti jika agama ini mendorong kita untuk terus bekerja keras, berprestasi dan hidup dengan dinamis karena itu Allah melarang kita berputus asa.
Islam adalah agama kehormatan dan kemuliaan,
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahuinya.” (QS. Al Munafiqun: 8)
Ketika umat Islam memahami agamanya dalam berbagai aspek kehidupan maka keputusasaan tidak akan menghinggapi hatinya.
Kita akan semakin semangat berdakwah dan bergiat dalam perdamaian dan pembinaan umat agar seluruh umat manusia kembali pulang pada jalan yang dirahmati oleh Allah.
Cinta Dunia dan Takut Mati
Kecintaan kita pada dunia yang teramat sangat membuat kita membenci dan ketakukan pada kematian. Padahal kematian adalah sebuah kepastian.
Meski kita sembunyi dalam benteng sekuat apapun, kematian pasti datang menemui kita.
Kecintaan pada dunia dan ketakutan akan kematian, membuat manusia menjadi lemah. Ketika kita terbebas dari dua hal itu, maka lahirlah generasi yang tak gentar pada apa pun kecuali Allah.
Bahkan Allah menjadi sumber kekuatannya. Kita keluar untuk berdakwah, mencari nafkah atau mencari ilmu hanya karena Allah semata.
Ketika Allah telah mengisi penuh hati-hati kita, maka tidak ada yang dapat menghalangi kita dari tujuan kita karena Allah yang akan menemani kita dan memberikan apa yang kita minta.
Kecintaan pada Allah memberikan kita rasa aman, nyaman dan damai. Tak ada ketakutan akan rasa lapar karena Allah yang akan mengenyangkan. Yang ada adalah keyakinan akan pertolongan Allah.
Tidak Mengerti akan Tujuan Hidup
“Dan tidak Kuciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat:56)
Ibadah adalah ketundukan dan kepatuhan kepada Allah dan jalan-Nya yang lurus.
Ibadah adalah amanah yang sebelumnya ditawarkan kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tapi mereka semua tidak sanggup menerima amanah itu.
Ibadah adalah loyalitas seorang muslim kepada Allah, Rasulullah dan kamu mukminin. Pada saat inilah seseorang telah menjadi hamba Allah, saat ia telah mengemban amanah dengan penuh keimanan dan ketaatan.
Ibadah-ibadah inilah yang akan mengantar kita dari kegelapan menuju sinar terang.
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu,
ia dapat berjalan di tengah-tengah manusia serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?
Demikianlah Kami jadikan orang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan. “ (QS. Al An’am: 122). [Maya Agustiana/ind]
(Bersambung)