ChanelMuslim.com – Pastinya keren naik pesawat Hercules seperti para tentara kita. Memakai sepatu lars panjang, seragam loreng dan membawa senjata.
Tidak seperti tentara, saya naik pesawat hercules memakai jaket hitam, sepatu kets, berkalung kamera dan kartu wartawan.
Mendapat kesempatan untuk naik pesawat Hercules adalah hal yang menakjubkan bagi saya.
Waktu kecil, saya mempunyai keinginan menjadi tentara. Melihat mereka membantu warga saat dalam kesulitan hingga berperang membela negara.
Impian saya pupus untuk menjadi tentara tapi bisa merasakan naik pesawat Hercules adalah hal yang luar biasa.
Alhamdulillah, kesempatan itu saya dapatkan menjadi wartawan chanelmuslim. Saat itu dapat kabar dari kawan sesama wartawan bahwa bisa meliput ke Lombok dengan naik pesawat Hercules bersama dengan para relawan.
Lombok selama berturut-turut diguncang gempa dari 6.4 hingga 7 skala richter. Akibatnya banyak rumah yang rata bersama dengan tanah dan 430 orang meninggal dunia.
Selasa malam (15/8/2018) , saya diminta berkumpul di posko relawan Wahana Muda Indonesia (WMI) yang diketuai oleh Mas Buyung dan bersama kedua wartawan lain Zuhdi dari wartapilihan, Edi dari Panjimas.
Esok Subuh kami menuju Halim Perdana Kusumah, tepatnya di Lanud Halim TNI AU. Sebetulnya jadwal pesawat pukul 07.00. Menurut Buyung, tentara akan lebih prioritaskan mereka yang sudah menunggu duluan di Lanud Halim.
“Nggak apa-apa datang jam segini. Kalau tepat waktu malah merepotkan,”katanya di Lanud Halim, Rabu (16/8/2018).
Benar saja yang dikatakan Buyung. Setelah sholat shubuh, kelompok kami dipanggil satu-satu.
“Wahana Muda Indonesia masuk mobil,”pinta seorang tentara.
Kebetulan, saya dan kawan wartawan lain ikut kelompok WMI untuk memudahkan perjalanan ke Lombok.
Kami naik bis berwarna biru angkatan udara Indonesia. Dalam satu bis itu berisi berbagai kelompok relawan.
Bis baru berhenti di bandara Lanud Halim Perdana Kusumah. Di sana kami harus menunggu lagi untuk dipanggil. Ada sekitar setengah jam kami menunggu. Untuk menghabiskan waktu, kami sempat berfoto di depan bandara.
Pemeriksaan di bandara Lanud Halim Perdanakusumah tidak terlalu ketat seperti di bandara komersialnya. Namun, cukup menyeramkan dan menakutkan. Mana berani orang bawa barang kejahatan lewat Lanud Halim.
Setelah dilakukan pemeriksaan, kami disuruh mengisi formulir persetujuan menaiki pesawat Hercules. Setelah itu menunggu dipanggil untuk naik pesawat hercules.
Sekitar pukul setengah delapan, akhirnya nama kelompok kami dipanggil. Kami naik bis angkatan udara lagi menuju pesawat Hercules.
Pesawat Hercules ternyata memang besar dan gagah. Pesawat yang kami tumpangi ini sebenarnya bukan pesawat penumpang pada umumnya. Pesawat ini sebenarnya merupakan pesawat angkut berat yang memiliki fungsi untuk mengangkut logistik seperti bahan makanan, semen bahkan mobil lapis baja.
Meskipun pesawat ini sudah memiliki umur yang tidak bisa dibilang muda lagi, tetapi pesawat masih dalam kondisi yang cukup prima. Bukan tanpa alasan pihak TNI AU masih berlangganan pesawat ini sejak 1958.
Mesin turboprop yang dimiliki pesawat ini dianggap cukup handal untuk bermanuver di kawasan pegunungan di Indonesia bagian timur. Dalam pengoperasian pesawat ini juga hanya dibutuhkan lima orang petugas. Ya, tidak ada pramugari seperti pesawat komersial pada umumnya.
Awak pesawat yaitu dua orang pilot yang bertugas mengemudikan pesawat, satu navigator, satu teknisi, dan satu load master yang bertugas mengatur arus logistik yang diturunkan dari pesawat dan yang akan diangkut.
Selama perjalanan pun teknisi pesawat selalu siap siaga di depan mesin pesawat agar pesawat dapat take off dengan aman tanpa adanya kegagalan terbang.
Hal-hal seperti perintah untuk mengenakan sabuk pengaman saat akan take off, landing, atau cuaca buruk tidak akan ditemui di pesawat ini.
Bahkan, kita bisa saja tidur selonjoran di atas tumpukan logistik yang dibawa. Hal ini memungkinkan karena tidak ada pemisah antara tempat penumpang dengan logistik. Semua berbaur menjadi satu. Namun, ada bangku penumpang berwarna orange. Sayangnya bangku tersebut tidak senyaman pesawat komersial karena beralaskan tali karet yang dibuat seperti bangku.
Pesawat akhirnya lepas landas. Suara bising pesawat Hercules membuat kami tidak bisa tidur. Meski ada yang bisa tidur di atas karung-karung logistik. Kami akhirnya memutuskan berbincang-bincang hingga sampai Lombok.
Setelah dua puluh menit, tiba-tiba pesawat berbelol arah dan menurunkan ketinggian. Saya intip dari kaca pesawat, ternyata kembali menuju sebuah bandara.
“Mungkin transit ke Soekarno dulu,” celetuk salah seorang relawan.
Maklum saja tidak ada pemberitahuan dari kokpit maupun dari staf TNI. Salah seorang memang turun dari kokpit tapi hanya mengecek peralatan pesawat.
Pertanyaan kami terjawab sudah. Kami kembali ke Lanud Halim Perdamakusumah.
“Mesin pesawat rusak. Mohon maaf, penerbangan tidak bisa dilanjutkan,” kata sang pilot setelah turun dari kokpit dan pesawat berhenti.
Kami bertanya kapan berangkat lagi. Namun, pihak TNI meminta kami menunggu hingga pesawat diperbaiki. Sayangnya setelah menunggu dua belas jam, pesawat tidak bisa diperbaiki. Meski itu, saya sudah puas naik pesawat Hercules, walaupun hanya dua puluh menit. Karena tidak semua orang bisa naik pesawat sekelas ini. (Ilham).