ChanelMuslim.com – Ramadan dan Idul Fitri tidak terasa sudah berlalu, dan kini kita akan segera bertemu Idul Adha. Para pejuang urbanisasi pun kini telah kembali ke jalur perjuanganya masing-masing, berjuang demi masa depan, melangkah mengejar impiannya. Garis waktu selalu memberikan kenangan ketika pulang dari kampung halaman, apapun itu.
Saat masa halal bin halal tiba, akan selalu ada pembicaraan yang selalu diulang-ulang setiap momen Idul Fitri, saat berkumpul bersama keluarga, dibicarakan di sela-sela bercengkrama bersama sanak saudara. Pembicaraan itu selalu berpusat pada jodoh, tentang keluarga, mengenai pasangan dan segala tentang itu.
“Kapan Nikah?” menjadi narasi yang terus-menerus ditanyakan, yang menjadi sasaran target tentunya mereka-mereka yang belum menikah, menjomblo. Hal ini menjadikan momen lebaran adalah hal yang tepat untuk mengolok-olok kawula muda yang berstatus jomblo.
Sebut saja semua tentang itu adalah cinta, jikalau melihat hal itu, cinta akan dianggap bertemunya sepasang muda-mudi menjalin kasih. Tetapi tentunya yang harus diperhatikan adalah bahwasanya narasi cinta yang ramai diperbincangkan jangan sampai di situ saja. Seharusnya, narasi cinta terus diperbincangkan terus menerus, bagaikan udara yang memberikan kehidupan kepada manusia. Ia adalah arus utama kehidupan, walaupun identitas cinta tidak selalu membahas mengenai sepasang muda mudi yang menjalin kasih.
Jikalau makna cinta yang kita maksud di atas adalah dalam makna sempit, sekarang mari kita beralih ke makna yang lebih luas. Memaknai kata “cinta” tentu menjadi pelajaran yang sangat ringan dan barangkali kita semua sudah menyelesaikannya. Namun, dalam tataran praktis, kita sering lupa dan kemudian justru turut menyumbang polusi narasi ini ke ruang publik sehingga menjadi tidak sehat.
Cinta tidak selalu harus dimaknai sebagai hubungan sepasang laki-laki dan perempuan. Terkadang kita lupa bahwa Bapak Tauhid, Ibrahim as, melakukan pengorbanan yang begitu besar atas nama cinta kepada Tuhannya. Ia rela hampir menyembelih putranya demi cintanya kepada Tuhan.
Nabi Ibrahim merupakan seorang nabi yang cukup mendapat banyak rintangan ketika menjalankan dakwahnya, namun karena kecintaannya yang begitu besar kepada Allah swt, ia selalu berjuang dengan segala upaya. Salah satu ujiannya adalah beliau tidak dikarunia keturunan dalam jangka waktu yang lama.
Nabi Ibrahim as berdoa: “Wahai Rabb-ku, karuniakanlah untukku anak yang shalih,” maka Allah swt memberikan kabar gembira kepadanya dengan kehadiran seorang anak yang mulia lagi penyabar. Dan tatkala anak itu mulai beranjak dewasa berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata kepadanya: “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?”
Buah jatuh tidaklah jauh dari pohonnya, Ismail menjawab: “Wahai Ayahandaku, lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Allah swt kepadamu; insyaallah engkau akan mendapati diriku termasuk orang-orang yang sabar”.
Setelah Allah memerintahkannya untuk meninggalkan Hajar saat Ismail masih menyusui di tempat yang gersang, sunyi tanpa tumbuhan yang dimakan buahnya, tanpa air dan tanpa penghuni. Ia taati perintah Allah swt itu, meninggalkan isteri dan putranya yang masih kecil dengan keyakinan yang tinggi dan tawakal kepada Allah swt. Maka Allah swt memberikan kepada mereka kemudahan, jalan keluar, serta limpahan rezeki dari arah yang tiada disangka. Setelah semua ujian itu terlampaui, Allah menguji lagi dengan perintah-Nya untuk menyembelih putranya sendiri, yaitu Ismail ‘alaihissallam. Dan tanpa ragu, Ibrahim menyambut perintah Allah swt itu dan segera mentaatinya. Beliau menyampaikan terlebih dahulu ujian Allah swt tersebut kepada putranya, agar hati Ismail menjadi lapang serta dapat menerimanya, sehingga ujian itu tidak harus dijalankan dengan cara paksa dan menyakitkan. Subhanallah.
Saat keduanya telah berserah diri, dengan pengabdian cinta yang begitu besar kepada Allah, Ibrahim lalu membaringkan anaknya di atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya. Setelah itu Allah swt memanggilnya: “Wahai Ibrahim, sungguh kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami menebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim pujian yang baik di kalangan orang-orang yang datang kemudian. Yaitu ‘Kesejahteraan yang dilimpahkan kepada Ibrahim. Demikianlah Allah swt memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba Allah swt yang mukminin. Tentunya kita dapat membaca kisah ini yang dijelaskan di dalam Alquran dalam surat ash-Shaffat ayat 99-111
.
Dalam Tafsir al-Qurthubi, Juz 18, hlm. 69 dan Tafsir al-Baghawi, Juz 4, hlm. 33, Ibnu Abbas berkata: Ibrahim dan Ismail, keduanya taat, tunduk patuh terhadap perintah Allah swt. Ingatlah, renungkanlah kisah itu ketika keduanya akan melaksanakan perintah Allah swt, dengan tulus dan tabah sang anak berkata:
“Wahai Ayahku, kencangkanlah ikatanku agar aku tak lagi bergerak.”
“Wahai Ayahku, singsingkanlah baju engkau agar darahku tidak mengotori bajumu, maka akan berkurang pahalaku, dan (jika nanti) ibu melihat bercak darah itu niscaya beliau akan bersedih.”
“Dan tajamkanlah pisau Ayah serta percepatlah gerakan pisau itu di leherku agar terasa lebih ringan bagiku karena sungguh kematian itu amat dahsyat.”
“Wahai Ayah, apabila engkau telah kembali maka sampaikan salam (kasih)-ku kepada ibunda, dan apabila bajuku ini Ayah pandang baik untuk dibawa pulang maka lakukanlah.”
Saat itu, dengan penuh haru Ibrahim berkata: “Wahai anakku, sungguh engkau adalah anak yang sangat membantu dalam menjalankan perintah Allah swt “.
Dalam Shahih Qashashil-Anbiya Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ini adalah ujian Allah swt atas kekasih-Nya (yakni Ibrahim ‘alaihissallam) untuk menyembelih putranya yang mulia dan baru terlahir setelah beliau berumur senja”.
Dengan dua bukti betapa besar kecintaan Ibrahim kepada Allah, bersama pengorbanan yang sangat besar. Kini kita bisa menikmati hasil dari buah kecintaan beliau. Buah pengorbanan cinta kepada Allah dengan mentaati ujian penyembelian Ismail, kita kini dapat menikmati cinta itu yang diabadikan dengan Idul Qurban di setiap tahunya. Lalu hasil bukti pengorbanan meninggalkan Hajar dan Ismail di tanah yang tandus. Kini tanah itu menjadi tempat yang begitu mulia, tempat yang paling sering dan juga paling banyak dikunjungi, kota Mekkah.
Tentu, narasi cinta dalam makna seperti ini lebih sehat daripada cinta yang sempit, yang mengekploitasi hubungan sepasang laki-laki dengan perempuan. Barangkali kita bisa mulai dengan memproduksi ulang banyak hal, mulai dari sinetron-sinetron kita yang harus lebih edukatif, lagu kita harus menjadi lagu-lagu yang menyehatkan nalar, bacaan kita harus menjadi bacaan dengan gagasan yang besar, dan pembicaraan di ruang-ruang akademik kita harus dijauhkan dari hal-hal yang tidak sepatutnya.
Alangkah merugikannya kita, jika hanya memaknai cinta dengan hanya sekadar hubungan antara laki laki dan perempuan saja. Akan sangat banyak cinta di sekitar kita. Dan tentunya bukan sekadar di hari Valentine saja kita bisa merayakan hari kasih sayang. Hari kasih sayang bisa kita rayakan di setiap episode kehidupan. Akan sangat indah rasanya jikalau dunia ini dipenuhi dengan Cinta.
Selamat merayakan CINTA.