MENDORONG mobil mogok itu mulia. Tapi bagaimana ketika mobilnya ‘sembuh’, mereka pergi begitu saja.
Banjir bisa bikin apa saja jadi merepotkan. Termasuk membuat mobil yang bagus tiba-tiba mogok karena kerendam air genangan.
Apa yang bisa dilakukan pengemudi mobil mogok itu? Tak ada, kecuali meminta bantuan orang-orang yang ada di sekitar lokasi.
Pengemudi meminta tolong ke orang-orang untuk mendorong mobil. Orang-orang pun kompak mendorong mobil ke jalan yang tidak tergenang.
Beratkah? Jelas saja berat. Selain begitu beratnya mendorong mobil dalam genangan, para pendorong pun ikut menceburkan diri dalam air banjir.
Lalu, ketika mobil sudah di tempat kering dan mesinnya sudah bisa menyala lagi, sang pengemudi begitu saja menancap gas. Para pendorong yang basah kuyup keringat dan air banjiran pun terbengong-bengong.
“Kok kita ditinggalin begitu aja?” ucap mereka saling menatap satu sama lain.
**
Drama ‘mendorong mobil mogok’ mungkin pernah kita alami dalam dunia nyata. Tentu bukan sebagai pengemudi, tapi sebagai para pendorongnya.
Misalnya, membantu orang-orang dekat saat mereka kesusahan. Tapi ketika tak lagi hidup susah, mereka melupakan kita begitu saja.
Mungkin saja orang menilai kita harus ikhlas. Ikhlas itu tanpa pamrih, termasuk sekadar mengharapkan ucapan terima kasih.
Tapi Islam kan mengajarkan tentang ta’awun, artinya saling menolong. Bukan sekadar menuntut hak sebagai pihak yang ditolong, tapi juga merawat ta’awun untuk balas menolong.
Rasanya, tidak pantas juga ‘mengeksploitasi’ ikhlas untuk kepentingan sepihak. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan, “Siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia, ia tidak berterima kasih kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)
Belajarlah untuk selalu berterima kasih, kepada siapa pun, termasuk kepada yang ada ‘di bawah’ kita. [Mh]