SAYANG merupakan sebuah ungkapan cinta. Tapi, sayang tak berarti selalu ngasih.
Seorang pengusaha ternama di Indonesia pernah bilang: “Anak saya harus merintis dari bawah seperti saya!”
Si pengusaha bukan tidak sayang pada anaknya. Sebaliknya, ia teramat sayang. Dengan ungkapan sayang yang beda itu, anaknya akan tumbuh kokoh mandiri. Bukan manja dan nunggu warisan ayah.
Ketika kecil, kita sering dilarang ayah ibu untuk ini dan itu. Dilarang makan permen, jajan pinggir jalan, keluyuran malam, dan lainnya. Semua itu bukan lantaran mereka tak sayang. Justru sebaliknya.
Masih banyak bagian lain dari hidup ini mengungkapkan sayang dengan cara berbeda. Cara yang bisa disalahpahami. Cara yang bisa ditafsirkan makna sebaliknya.
Hal itu terjadi karena orang yang disayang kurang cukup pengetahuan. Bisa juga karena keinginan yang tak bisa dibendung. Persis seperti anak kecil yang merengek minta yang ‘manis’ daripada yang ‘pahit’.
Kadang, potret seperti itulah yang wujud antara kita dengan Allah subhanahu wata’ala: “Katanya Allah sangat sayang, kok ngasihnya sedikit?”
Ungkapan itu mencerminkan dua arti: Allah berbohong, atau Allah pelit. Dua-duanya bisa berakibat fatal.
Inilah warna-warni kehidupan. Kita memaknainya menuruti apa yang dikatakan iman. Jika iman tinggi, tafsirannya selalu positif. Tapi jika sebaliknya, tafsirannya jadi negatif.
Siapakah orang yang paling Allah cinta dan sayang dari semua manusia? Tentu dialah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Silakan pelajari dan teliti seperti apa bentuk sayang Allah kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sekiranya nilai materi dunia ini bagus, tentu Rasulullahlah orang yang paling kaya di muka bumi ini. Simaklah sejarah! Seperti itukah yang dialami teladan mulia, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam?
Luruskan lagi husnu-zon kita pada Allah subhanahu wata’ala. Tetaplah selalu berdoa agar Allah selalu sayang pada kita.
Pahami sekali lagi, bahwa sayang tak selalu ngasih. Bahkan bisa sebaliknya: mengambil yang kita punya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengatakan, “Manakala Allah jatuh cinta pada hamba-Nya, Ia menguji sang hamba!” (HR. Ath-Thabrani) [Mh]