ChanelMuslim.com – Monumen Prestasi Raja
Di sebuah kerajaan, terdapat seorang pangeran yang sedang gelisah. Meski sudah enam tahun menjadi raja muda, sosoknya tak dikenal banyak oleh warganya. Berbeda dengan ayahnya yang selalu menjadi panutan publik. Meskipun, ia sudah meninggal dunia sejak lama.
Sudah begitu banyak cara dilakukan sang pangeran untuk merebut perhatian warganya. Mulai dari bantuan langsung tunai, pembagian sembako gratis, beasiswa sekolah, pengobatan gratis, dan lain-lain. Tapi, tetap saja sosoknya tak begitu dikenal baik.
Baca Juga: Monumen Peran Muslim dalam Perang Dunia akan Didirikan di London
Monumen Prestasi Raja
Setiap kali program sosial itu dinikmati rakyat, yang selalu terbayang rakyat bukan sang raja muda. Melainkan, raja bijaksana yang tak lain ayahnya. Ia pun meminta nasihat para menterinya.
“Saya usul agar Paduka mengenalkan diri secara rutin kepada rakyat,” ujar salah seorang menteri yang membidangi informasi kerajaan.
“Setiap hari? Apa yang harus aku kenalkan setiap hari padahal informasi tentang diriku tak bertambah?” sergah sang raja muda.
“Ampun, Tuan Raja Muda. Bukan tentang diri Paduka, tapi tentang kebaikan-kebaikan Paduka yang telah dan akan dilakukan untuk rakyat,” ucap sang menteri.
Raja Muda pun mengangguk. Ia memuji menterinya yang dinilainya sangat cerdas. “Bagus, bagus,” pungkasnya kemudian.
Keesokan harinya, semua perangkat media informasi telah disiapkan. Mulai dari televisi, media sosial, dan lainnya. Secara rutin, Raja Muda akan berbicara ke rakyat tentang kebaikan apa yang telah ia lakukan.
Beberapa tehnik telah dilakukan Raja Muda saat tampil di depan kamera. Mulai dari cara senyum yang menawan, tatapan mata yang ramah, dan bantuan teks naskah agar ia tak salah dengan yang disampaikan.
Hari berganti pekan, dan pekan pun menuju bulan, kemudian bulan berubah tahun. Namun, cara itu tidak membuat rakyat mengenal baik Raja Mudanya. Dari beberapa survei dilakukan, sebagian besar rakyat tetap tidak mengenal baik siapa rajanya saat ini. Yang mereka kenal hanya Raja yang telah meninggal dunia.
Raja Muda menjadi pusing tujuh keliling. Apa kelebihan ayahnya sehingga dirinya tak mampu menandingi pamor raja fenomenal itu. Padahal, ia begitu yakin kalau programnya sudah melampaui raja sebelumnya.
“Kenapa Paduka tidak membuat patung diri Paduka,” ucap menteri yang lain.
“Buat apa?” tanya Raja Muda.
“Dengan patung sosok Paduka, rakyat akan disuguhkan dengan kegagahan dan kewibawaan Paduka. Kalau patung-patung seperti itu disebar di semua pelosok tempat, maka rakyat akan terus mengenang baik sosok Paduka,” lanjut sang menteri.
Raja muda pun mengangguk setuju. Ia pun perintahkan para ahli seni patung untuk membuat patung tentang dirinya dan disebar di setiap pelosok negeri.
Beberapa bulan berlalu, survei pun dilakukan lagi. Namun tetap saja, hasilnya tidak seperti yang diinginkan. Patung-patung indah dan besar itu tidak mampu mengenalkan sosok Raja Muda kepada rakyatnya.
Sebagian rakyat hanya memperlakukan patung-patung itu sekadar hiasan kota. Ada yang berfoto-foto ria di area patung. Ada yang mencoret-coret dengan nama masing-masing. Bahkan, tidak sedikit yang menambah-nambah wajah patung dengan coretan gambar tambahan, seperti kumis yang tebal, jenggot yang lebat, dan sebagainya.
Alhasil, strategi patung tidak mempengaruhi rakyat untuk mengenal lebih baik dengan Raja Mudanya. Mereka lagi-lagi hanya tahu kalau raja mereka adalah sosok dari ayah Raja Muda yang telah lama wafat.
Karena tidak lagi percaya para menterinya, Raja Muda pun mengambil inisiatif sendiri. Ia ingin mendengar langsung alasan rakyatnya, kenapa dirinya seperti tak dianggap sebagai raja seperti ayahnya.
Dengan menyamar seperti rakyat biasa, Raja Muda mencoba berbaur dengan rakyat kebanyakan. Ia pun bertemu dengan seorang petani.
“Apa yang bapak kenal dari sang raja?” tanya Raja Muda.
“Raja kami begitu bijaksana. Ia sering datang menemui kami, para petani di sini. Ia berempati dengan segala kekurangan kami. Ia bantu kami untuk bangkit,” ungkap sang petani.
Raja Muda pun menemui seorang ibu, lagi-lagi untuk menanyakan bagaimana tentang rajanya. “Raja kami tak sungkan datang ke desa ini hanya untuk memeriksa kesehatan para ibu yang baru melahirkan, yang punya balita. Ia tanyakan bagaimana uang belanja kami, apakah cukup buat membeli susu dan makanan bergizi untuk anak-anak kami,” ungkap sang ibu.
Begitu pun dengan yang diucapkan para pedagang, para nelayan, bahkan terhadap kakek dan nenek yang ditemui Raja Muda. Semuanya mengenal baik sang raja bukan karena simbol-simbol. Melainkan karena adanya pautan hati yang dalam antara rakyat dengan sang raja.
“Ayah, sekarang aku paham. Raja bijaksana itu bukan yang pandai memerintah. Bukan sosok yang ditakuti. Tapi yang siap melayani rakyatnya dengan sepenuh hati tanpa pamrih,” ucap Raja Muda untuk dirinya sendiri.
**
Rakyat itu manusia, bukan bidak-bidak catur yang bisa digerakkan seenak para pemainnya. Sentuh hatinya dengan tulus, layani dengan sepenuh hati bukan pencitraan; maka Anda akan menjadi raja yang dicintai. (Mh)