ChanelMuslim.com- Kerupuk itu besar. Dimensinya bahkan bisa menyamai ukuran piring makan. Seolah kerupuklah yang membuat orang menjadi sangat kenyang.
Kerupuk lazim menjadi sosok yang kerap disorot. Jati dirinya bisa menjadi cermin menarik untuk evaluasi diri. Bukan karena kelezatannya, tentu. Tapi karena nilai dari sosoknya.
Ukurannya lumayan besar. Kalau dengan ukuran yang sama, kerupuk disetarakan makanan lain seperti roti, pizza, atau sepiring nasi; bobot kerupuk jauh dari yang disetarakan itu.
Sepuluh kali makan kerupuk pun tak akan setara nilainya dengan satu kali makan roti, pizza, dan nasi. Meski ukuran dimensinya sama. Kenapa?
Karena bobot dan nilainya begitu rendah. Hanya tampilannya saja yang wah. Orang Betawi biasa bilang, “Cuma jogrogannya doang!”
Meski besar, bobotnya sangat ringan. Dan meski terlihat memenuhi seruangan piring makan, nilainya tak setara sesuap nasi bercampur lauk.
Kerupuk juga mampu mendominasi ruang suara jika sedang dimakan. Kalau nasi, roti, atau pizza dikunyah, nyaris tak terdengar suara apa pun. Tapi kerupuk, ‘rame’nya bukan main.
Begitu pun dengan rasanya. Kerupuk seolah mampu menghipnotis penikmatnya. Karena ia memang dirancang untuk tugas itu: mengolah rasa sehingga melampaui rasa yang sebenarnya. Tentu hanya rasa fantasi, bukan sesungguhnya.
Jadi, dari sudut pandang mana pun, kerupuk seperti tidak memberikan maslahat apa pun. Kecuali buaian rasa. Kenyang tidak, gizi pun tidak.
Namun begitu, kerupuk disukai banyak orang. Makanan utama yang terasa “adem” pun bisa berubah fantastis jika dikunyah bersama kerupuk.
Jangan heran jika sebagian orang bisa makan dua piring hanya dengan “lauk” kerupuk yang dicocol sambal terasi. Meski dua piring, tapi bobot dan nilainya tetap ringan.
**
Mental kerupuk bisa mewakili banyak sosok. Antara lain, hanya fisik saja yang besar, tapi jiwanya rapuh. Hanya dimensi wewenangnya saja yang luas, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.
Seperti kerupuk yang mampu menghipnotis rasa, rapuhnya jiwa juga menjadi wadah nyaman bagi buaian setan di semua sisi kehidupan. Seolah ia sudah mendominasi banyak urusan, tapi hanya sebatas angan-angan. [Mh]