BATAS itu anugerah, bukan hukuman. Jangan bebani diri di luar kemampuan.
Seekor burung elang muda sulit tidur di saat malam. Meskipun di siangnya lelah berburu untuk melatih kemampuan terbangnya.
Di setiap malam, ia kerap memandangi bulan dan bintang. “Andai aku bisa kesana,” ujarnya dalam hati.
“Kenapa kita tidak terbang di malam hari, Bu?” tanyanya kepada sang induk yang hampir pulas karena kantuk.
Tapi, jawaban yang diharapkan tak kunjung terdengar. Rupanya induk elang benar-benar sudah tertidur.
Keesokan harinya, induk elang mencoba menjawab pertanyaan anaknya semalam, “Kita hanya bisa terbang dengan penglihatan siang, Nak. Malam tak ada penglihatan.”
Elang muda ini mulai nekat. Kenapa tak mencoba, pikirnya. Dan malam itu, ia pun mencoba untuk terbang setinggi mungkin menuju bulan dan bintang.
Tapi, di luar perhitungannya. Keberadaan bulan dan bintang itu benar-benar sangat jauh. Padahal, ia sudah terbang di luar batas ketinggian yang biasa ia capai. Tubuhnya oleng. Sayapnya seperti kaku. Dan, ia pun terjatuh.
Kalau bukan karena jatuh di permukaan air sungai, mungkin tubuhnya sudah hancur. Ia pun tertatih-tatih terbang ke atas pohon untuk istirahat.
Siangnya, ia bertemu sang induk. “Nak, ibu sudah bilang apa. Nikmati batas kemampuan kita, kita akan hidup bahagia,” pungkasnya.
**
Jangan salah paham dengan batas kemampuan diri. Tuhan menciptakan batas itu bukan sebagai hukuman, tapi anugerah.
Silakan berusaha untuk menjadi yang lebih baik. Tapi tetap saja, segalanya ada garis batas. Nikmati jangkauan di dalam batas itu, niscaya kita akan bahagia.
Dan, jangan coba-coba lampaui batas itu, niscaya kita akan selalu merasa kurang dan gelisah. Padahal, durasi hidup ada batasnya. [Mh]