IBU itu orang yang paling berjasa. Balaslah kebaikan ibu, terutama, dengan memperhatikan keislamannya.
Salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang begitu dekat dengan ibunya adalah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Abu Hurairah bukan asli Madinah atau Mekah. Ia lahir dan tumbuh di wilayah Yaman. Ratusan kilometer jauhnya dari Madinah.
Sejak kecil, pria berkulit hitam ini sudah menjadi yatim. Ia tinggal bersama ibunya. Sejak kecil, Abu Hurairah sudah mencari nafkah sebagai penggembala kambing.
Meski keadaannya yang memprihatinkan, tapi Allah subhanahu wata’ala menganugerahinya sesuatu yang sangat berharga: hidayah Islam.
Ada seorang sahabat Rasul yang bernama Thufail bin Amru radhiyallahu ‘anhu yang balik kampung di mana Abu Hurairah tinggal. Ia mengajak kaumnya untuk masuk Islam. Tapi tak seorang pun yang mau ikut, kecuali anak remaja yang dipanggil Abu Hurairah.
Setelah masuk Islam, Abu Hurairah ingin sekali ibunya juga masuk Islam. Berbagai cara ia sampaikan tentang Islam kepada ibunya. Tapi, jawaban ibunya bukan hanya menolak, justru menghina Islam.
Bertahun-tahun hal itu dilakukan Abu Hurairah, dan selama itu pula ibunya tetap menolak.
Namun begitu, Abu Hurairah tetap menjaga hubungan baik dengan ibunya. Karena keduanya memang hanya tinggal berdua sebagai satu keluarga.
Abu Hurairah tergolong sahabat Rasul yang telat hijrah ke Madinah. Ia hijrah di awal tahun ketujuh hijriah. Kemiskinan dan kelaparan adalah hal yang biasa dilalui oleh Abu Hurairah di Madinah. Hal ini karena hartanya tak bisa dibawa hijrah.
Ia tinggal di tenda-tenda yang dibangun bersebelahan dengan Masjid Nabawi. Mereka disebut sebagai Ahlus Suffah. Mereka mendapatkan makanan dan minuman dari Rasulullah dan para sahabat yang mampu.
Ibu Abu Hurairah ikut hijrah. Rasanya, ia tak bisa lepas dari kehidupan anaknya. Selalu bersama di mana pun.
Karena merasa prihatin dengan keadaan ibunya yang tak juga mau masuk Islam, Abu Hurairah pernah menangis di hadapan Rasul. Ia ceritakan usahanya untuk menyadarkan ibunya. Tapi selalu gagal.
Akhirnya, ia minta Rasulullah untuk mendoakan ibunya. Ia memohon agar Rasulullah mau mendoakan agar ibunya mendapatkan hidayah. Rasulullah langsung mendoakan di hadapan Abu Hurairah.
Doa Rasul itu begitu makbul. Ketika Abu Hurairah tiba di tenda, ibunya berteriak agar anaknya jangan masuk dulu. Ia sedang mandi.
Mandi? Untuk apa? Inilah yang mungkin dirasakan Abu Hurairah.
Ternyata, ibunya mandi untuk mengiringi keinginannya masuk Islam. Di hadapan putranya itu, ia mengucapkan dua kalimat syahadah. Ibu Abu Hurairah masuk Islam.
Abu Hurairah senang sekali. Ia pun balik lagi menemui Rasulullah. Di hadapan Rasul, ia menangis lagi. Kali ini, menangisnya bukan karena sedih, tapi karena gembira yang luar biasa.
Sebagian ahli sejarah menyebut ibu dari Abu Hurairah dengan nama Umaimah binti Shubaih bin Al-Harits radhiyallahu ‘anhum.
**
Hadiah yang paling mahal dari seorang anak ke ibunya adalah bimbingan keislaman. Karena tak semua ibu memahami agama seperti yang dimiliki anaknya.
Tapi, jarang sekali seorang ibu yang minta dibimbing anaknya. Umumnya, mereka menolak, mungkin karena merasa lebih tahu dari anaknya.
Di sinilah seninya berbuat baik kepada ibu atau ayah. Bukan hanya dibutuhkan kesabaran untuk itu. Melainkan juga doa.
Doakanlah kebaikan untuk ibu dan ayah kita. Terutama, kebaikan keislaman mereka. [Mh]




