KALAU ditimpa kesusahan, manusia akan berjanji pada Allah akan begini dan begitu. Tapi ketika kesusahan hilang, lenyap pula janji itu.
Kalau ditanya berapa kali kita berjanji pada Allah akan begini dan begitu, mungkin sudah tak terhitung. Biasanya janji dinyatakan ketika diri dalam keadaan susah, sakit, musibah, dan lainnya.
Namun, ketika susah, sakit, musibah, dan sejenisnya itu Allah lenyapkan; janji hanya tinggal janji. Dan akan terlupakan seiring bergulirnya waktu.
“Ya Allah, kalau aku sembuh dari sakit, aku akan begini dan begitu.” Itu salah satu janji. Tapi ketika sudah sembuh, janji itu pun terlupakan begitu saja.
Ada lagi janji yang lain, “Ya Allah, sekiranya aku banyak uang, aku akan infak ke masjid, bersedekah yang banyak, dan menyantuni anak-anak yatim.”
Namun ketika uang terkumpul, janji itu pun lenyap ditelan kesibukan yang lain. Kita pun berkilah, “Bukankah hemat itu perlu!”
Ada juga janji yang lain, “Ya Allah, kalau aku lulus ujian, aku akan banyak shalat malam.” Tapi ketika lulus, janji shalat malam itu seperti tak pernah terucap. Terlupakan begitu saja.
Begitulah umumnya kita. Tiba-tiba sadar, ingat Allah, dan menyatakan seribu satu janji ketika terjebak dalam kesusahan. Tapi, ketika kesusahan itu lenyap, janji itu tak ditepati.
Perilaku ini mirip anak kecil yang berjanji pada ibunya tidak akan jajan permen lagi kalau dikasih uang. Tapi ketika diberi jajan, tetap saja ia akan beli permen lagi.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Dan apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (ke jalan yang sesat) seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya…” (QS. Yunus: 12)
Ingat-ingat lagi janji yang telah kita nyatakan kepada Allah. Usahakanlah untuk dipenuhi, semampu yang bisa kita lakukan. [Mh]