RUH itu seperti pasukan yang menyatu dalam satu komando. Kalau saling kenal mereka saling terikat. Jika tidak, akan saling menjauh.
Pernahkah kita merasakan ada kecocokan dengan beberapa teman, dan tidak dengan yang lain. Itulah suasana alami dari ruh-ruh kita.
Seolah, ruh berada di sebuah gelombang elektromagnetik. Yang jika ada kesamaan frekuensi, maka akan saling ‘bersambungan’.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ruh-ruh itu bagaikan pasukan yang dihimpun dalam kesatuan. Jika saling mengenal di antara mereka, maka akan bersatu. Jika saling merasa asing, maka akan berpisah.” (HR. Muslim)
Jadi, ada semacam insting dalam perasaan, siapa saja di antara begitu banyak orang yang cocok dengan kita. Meskipun belum saling kenal.
Tidak heran jika perkumpulan-perkumpulan manusia disatukan karena kecenderungan yang ada dalam ruh ini. Ruh yang baik akan bersatu dengan baik. Begitu pun sebaliknya.
Ketika ruh yang buruk, karena sentuhan hidayah, berubah menjadi baik, maka ia akan berusaha mencari kelompok baru yang cocok dengan keadaannya.
Keadaan ruh juga tidak bisa dimanipulasi. Jika dipaksakan ruh yang baik berkumpul dengan yang buruk, maka akan muncul ketidaknyamanan.
Ketidaknyamanan itu akan muncul melalui rasa gelisah, tertekan, dan lainnya. Rasa tidak nyaman ini baru akan menemukan solusinya ketika ruh menemukan ‘habitatnya’.
Kadang muncul pertanyaan, kenapa perkumpulan yang tidak baik lebih banyak pengikutnya daripada yang baik?
Hal ini karena ruh yang baik tidak lagi merasa butuh dengan dunia materi: seperti kehormatan, pujian, jabatan, harta, dan sebagainya.
Ruh yang baik akan berusaha untuk ‘kembali’ ke jati dirinya. Yaitu, pada kesucian dalam taqarrub kepada Allah subhanahu wata’ala.
Ia akan begitu nyaman dalam suasana masjid, bersama orang-orang soleh, para pecinta kebaikan, dan sejenisnya. Bahkan tidak jarang, ia rela berkorban demi untuk bisa bersama dengan mereka.
Jadi, ketika kita dalam sebuah kerumunan orang banyak yang tidak saling mengenal, maka ruh kita akan memberikan sinyal kepada siapa kita akan ‘merapat’.
Banyak-banyaklah berzikir kepada Allah, agar ruh mendapatkan keadaan sehatnya. Jauhilah perkumpulan buruk, karena di situlah ruh menjadi sakit.
Seorang bijak pernah mengatakan, “Tidak semua orang yang hidup itu benar-benar hidup. Karena sebenarnya ruh mereka sudah mati, meskipun jasad mereka masih segar bugar.”
Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya.
“Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am: 122) [Mh]