ChanelMuslim.com- Mengambil hikmah dari sahabat Nabi bernama Julaibib radhiyallahu ‘anhu seperti tak ada habisnya. Meski orangnya jelek, tapi posisinya begitu mulia di sisi Allah subhanahu wata’ala.
“Kamu sudah siap nikah, Julaibib?” tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam suatu kali.
Tapi, yang ditanya hanya senyum-senyum saja. Tak ada sepatah kata pun terucap dari mulutnya. Sepertinya, Julaibib merasa tidak begitu tertarik tentang topik pernikahan.
Kenapa? Karena dirinya serba jelek: jelek wajahnya, jelek nasabnya, dan jelek hartanya. Syukurnya, ia berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam hal agamanya. Ia seperti merasakan kalau tak ada seorang muslimah pun yang akan bersedia menjadi istrinya. Dan, tak seorang pun yang mau menjadi mertuanya.
Wajahnya jelek, bahkan lebih mendekati seram. Nasabnya tak jelas. Ia sendiri tak tahu siapa ayah ibunya. Ia pun tak punya apa-apa, termasuk tempat menetap. Sehari-hari, ia hanya berteduh di emperan masjid Nabawi.
Memang, hampir tak seorang pun di Madinah yang kepikiran tentang Julaibib. Seolah-olah, ada atau tidak ada Julaibib, warna hari tak pernah terpengaruh. Begitu pun para sahabat umumnya.
Mereka seolah tak begitu menilai Julaibib sebagai sosok yang patut diperhatikan. Hanya Rasulullah yang memberikan perhatian.
“Gimana, apa kamu siap menikah, Julaibib?” tanya Nabi lagi untuk yang ketiga kalinya.
Kali ini Julaibib mulai memberikan reaksi yang lebih terasa. Ia begitu menghormati Nabi. Ia khawatir Nabi tersinggung karena tak ia jawab pertanyaan itu.
“Insya Allah, saya siap, ya Rasulullah,” jawab Julaibib akhirnya.
Nabi pun bergerak keliling rumah para sahabat Anshar untuk melamar puterinya. Bukan buat Nabi. Tapi, buat Julaibib.
Seorang sahabat Anshar akhirnya menerima kedatangan Nabi. Ia begitu bahagia. Ia pun akhirnya tahu maksud kedatangan Nabi yang ingin melamar puterinya untuk Julaibib.
“Ya Rasulullah, izinkan saya akan bermusyawarah dulu ke istri dan puteri kami,” ucap sahabat itu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengiyakan dan akan menunggu kabar berikutnya.
Sepertinya, jawaban sahabat Anshar ini hanya cara bagaimana baiknya menolak permintaan Nabi. Begitu pun istri sahabat tadi. Ia tegas menolak.
Namun, justru di luar dugaan suami istri itu, putri mereka mengiyakan. “Apakah patut bagi kita menolak permintaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,” ungkapnya yang sekaligus menyadarkan ayah ibunya.
Nabi pun akhirnya bahagia mendengar jawaban dari sahabat Anshar itu. Dan, tanggal pernikahan pun akhirnya disepakati.
Sepertinya, Nabi juga merasa iba dengan putri sahabat Anshar itu. Beliau khawatir kalau nantinya hidup wanita itu akan tidak nyaman.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun berdoa kepada Allah. “Ya Allah, bahagiakan kehidupan gadis itu,” ucap Nabi.
Di hari H itu, ada momen besar yang tak bisa dilewatkan. Yaitu, keberangkatan kaum muslimin untuk berjihad. Termasuk Julaibib yang ikut berjihad. Ia merelakan rencana hari bahagianya tergantikan untuk berjihad.
Selepas berhari-hari dalam medan jihad, musuh pun akhirnya kembali ke negeri mereka. Jihad sudah selesai. Para sahabat melaporkan kepada Nabi siapa saja yang luka dan syahid.
Nabi mencermati data itu begitu seksama. Beliau seperti teringat seseorang. Ya, Julaibib. Kenapa ia tidak ada saat ini, tapi tidak juga termasuk dari mereka yang luka atau syahid.
“Coba dicari lagi apakah ada yang tercecer?” tanya Nabi kepada para sahabat.
“Kami sudah teliti ya Rasulullah. Rasanya, data itu sudah cukup,” jawab mereka.
“Bagaimana dengan Julaibib?” tanya Rasulullah lagi.
Para sahabat pun terhenyak. Mereka lupa kalau ada di antara rombongan mereka ada yang bernama Julaibib. Mereka pun mulai memeriksa satu per satu mereka yang terkapar tak bernyawa, termasuk jenazah tentara musuh.
Benar saja, ada jenazah Julaibib di antara tujuh jenazah tentara musuh. Rasul pun menghampiri jenazah Julaibib. Beliau meletakkan kepala Julaibib di pangkuannya seraya berdoa kepada Allah.
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pun menitikkan air mata saat memakamkan Julaibib. Namun, Julaibib sebenarnya sangat beruntung. Ternyata, para bidadari terlebih dahulu menjadi jodohnya.
**
Jangan pandang seseorang dari wajah, nasab, dan status ekonominya. Orang yang kita anggap rendah, boleh jadi, sangat mulia di sisi Allah subhanahu wata’ala. [Mh]