ChanelMuslim.com – Jangan ada pencitraan dengan Allah. Pencitraan itu bagaimana orang menilai sisi baik kita. Sehingga orang pun terpesona, tertarik, dan memuji kita. Tapi, bagaimana jika itu dalam urusan privasi kita dengan Allah?
Dalam keseharian, semua mungkin terbiasa dengan pencitraan. Disadari atau tidak. Di rumah kita mengenakan baju sederhana, sementara jika keluar dengan baju istimewa.
Di rumah kita agak galak, tapi ketika di luar ramahnya luar biasa.
Ada yang lain lagi. Di rumah kita irit tenaga. Tapi ketika di luar, rajinnya luar biasa. Di rumah kita agak biasa bicara kasar. Tapi di luar, lembutnya bukan main.
Baca Juga: Pencitraan dari Kaca Jendela Mobil dan Kereta
Mungkin masih banyak yang lain lagi. Sesuatu yang menggambarkan seolah diri kita memiliki dua isi yang berbeda. Satu isi menampakkan nilai biasa, tapi isi lain menunjukkan istimewa.
Perbedaan drastis itu hanya muncul ketika ada mata-mata lain yang berbeda. Bukan mata yang biasa.
Tapi, dari mata orang lain, dari mata orang banyak, dan dari mata yang akan menilai siapa kita.
Jangan Jadikan Hubungan dengan Allah sebagai Bagian Pencitraan
Dalam urusan muamalah, boleh jadi, itu sudah menjadi kelaziman. Lazim jika orang yang berada di luar rumah mengenakan baju bagus untuk memenuhi standar adab dan budaya.
Lazim juga orang menahan diri untuk tidak mudah marah ketika di luar rumah. Dan masih banyak lagi yang lain.
Namun, jangan disamakan ketika ada hubungan khusus dengan Allah subhanahu wata’ala. Jangan jadikan hubungan itu sebagai bagian dari variabel pencitraan.
Jangan sampai kita menampakkan dua isi diri kita dalam hal hubungan khusus ini, hanya karena ingin menaikkan penilaian orang lain terhadap kita.
Karena hubungan khusus ini teramat sakral, teramat mahal, teramat agung untuk dijadikan modifikasi tentang siapa kita.
Allah bukan busana. Allah bukan tata krama. Allah bukan hiasan. Allah bukan logo tentang kita. Allah bukan itu semua.
Dan Allah Maha Tahu tentang isi diri kita
Di mana pun kita berada.
Di mana pun kita berada, Allahnya sama. Dengan siapa pun kita bersama saat beribadah, Allahnya juga sama.
Di momen apa pun kita menunjukkan ketaatan dan ketakwaan, Allahnya juga itu-itu juga.
Lalu, kenapa seolah ada Allah yang berbeda ketika kita sendiri dan ketika bersama orang lain, sedikit atau banyak.
Kenapa seolah ada Allah yang berbeda ketika kita di rumah dan ketika di momen besar bersama orang banyak.
Sadarkah kalau ini yang kita lakukan, kita seperti sedang mempermainkan Allah. Kita seperti sedang menjadikan Allah sebagai alat untuk menaikkan citra diri kita.
Allah Maha Agung dari yang mungkin kita lakukan itu. Dia Pemilik dan Penguasa alam raya. Dia Pencipta dari semua yang ada.
Dia Berkehendak melakukan apa pun sesuka-Nya. Lalu siapa kita yang berani menjadikan Allah sebagai alat untuk menaikkan citra.
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu melalui perbuatan yang aku sadari, dan yang tak kusadari.”
Ibadah itu sakral. Tidak boleh ada yang ngedompleng di momen agung ini. Di mana pun itu dilakukan: ketika sendiri, saat berada di rumah, maupun ketika disaksikan orang banyak. [Mh]