ILMU itu cahaya. Tanpa dipamerkan melalui penampilan pun, cahaya akan bisa terlihat.
Ada seorang ulama asli Indonesia. Ia bernama Muhammad Nawawi bin Umar rahimahullah. Orang biasa memanggilnya Syaikh Nawawi Al-Bantani.
Beliau lahir pada tahun 1813 di Banten dan wafat pada tahun 1897 di Mekah. Sejak muda Syaikh Nawawi sudah belajar dan mengajar di Mekah dan dikenal luas oleh banyak ulama dunia.
Begitu banyak karya kitab Syaikh Nawawi. Kitab-kitab itu kerap menjadi rujukan oleh para santri yang haus dengan ilmu Islam.
Suatu hari, ulama Al-Azhar: Imam Ibrahim Al-Bajuri mengundang Syaikh Nawawi ke Mesir untuk mempresentasikan kitabnya. Kitab itu berjudul Murohu Labid li Kasyf Al-Qur’an Al-Majid atau biasa yang dikenal dengan Tafsir Al-Munir.
Syaikh Nawawi didampingi oleh dua muridnya, yaitu Kiyai Arsyad dan Kiyai Marzuqi. Keduanya merupakan ulama Banten. Secara fisik, kedua santri Syaikh Nawawi ini begitu ideal: tinggi, ganteng, gagah, dan lainnya. Sementara syaikh Nawawi tidak demikian.
Rupanya, para tokoh Al-Azhar tidak mengenal sosok Syaikh Nawawi. Mereka hanya mengenal nama saja. Dalam bayangan mereka, Syaikh Nawawi itu tinggi dan gagah.
Setibanya di Al-Azhar, hampir tak satu pun tokoh Al-Azhar yang menghiraukan Syaikh Nawawi. Justru, yang mereka perlakukan istimewa adalah dua murid beliau itu.
Begitu nama Syaikh Nawawi dipanggil, betapa kaget dan malunya tokoh-tokoh Al-Azhar, karena yang tampil adalah sosok yang mereka tidak hiraukan itu.
**
Ilmu itu cahaya. Ia akan tetap memancarkan cahayanya meski tak diperlihatkan.
Yang terpancar dari cahaya ilmu seseorang bukan pada penampilannya, termasuk busana dan gelar. Melainkan pada lisan dan kedalaman berpikirnya.
Ilmu juga terpancar dari perilaku dan amal seseorang. Tanpa ini, klaim ilmu menjadi begitu hampa dan kering. [Mh]