DAKWAH itu ajakan yang sangat mulia. Dan nilai dakwah lebih mahal dari apa pun di sisi Allah subhanahu wata’ala.
Sebelum era digital, terminal bus dan angkot selalu dipenuhi calo. Para calo ini begitu semangat mengajak siapa pun yang ada untuk naik bus yang ‘diperjuangkannya’.
“Ayo, Semarang, Semarang. Mau berangkat!” begitu kira-kira teriak mereka.
Bukan hanya teriak-teriak, mereka pun kerap menanyakan langsung ke calon penumpang: “Mau kemana?” Dan dengan sigap mereka menuntun calon penumpang ke bus yang dituju.
Para calon penumpang tertarik dengan ajakan itu. Mereka pun naik. Tapi ketika bus berangkat, tak satu pun calo yang ikut. Mereka tetap di terminal untuk mengajak dan mengajak.
Para calo mengajak bukan karena ingin bersama-sama penumpang ikut ke tempat tujuan yang ditawarinya. Mereka hanya ‘jualan’. Yaitu, jualan jasa ajakan.
**
Salah satu rahasia sukses dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah beliau tidak sekadar mengajak dan memanggil. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ternyata lebih dulu melangkah terhadap apa yang beliau ajarkan.
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, selain mengajak, juga menjadi teladan. Nabi selalu lebih dulu dan lebih utama mengamalkan apa yang beliau ajarkan.
Rasanya, dakwah itu bukan jualan. Hanya menawarkan produk ke orang lain sementara dirinya sendiri tidak ‘membeli’. Seperti calo angkutan yang gencar mengajak, tapi dirinya sendiri tak pernah ikut pergi.
Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, ‘Sungguh aku termasuk muslim yang berserah diri.” (QS. Fussilat: 33) [Mh]