BERCERMIN itu menemukan keadaan diri melalui kebaikan orang lain. Kalau ada yang baik, tentu ada yang lebih baik.
Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu terkenal dengan amanah dan pedulinya dengan rakyat bawah. Sendirian, ia kerap berkeliling ke pelosok negeri. Untuk melihat apa yang kurang dalam kepemimpinannya.
Di sebuah daerah terpencil, Umar menemukan seorang bocah penggembala kambing. Begitu banyak kambing yang digembala anak itu. Ia tertarik untuk ‘menguji’ bocah penggembala di dekatnya itu.
“Nak, aku ingin beli satu ekor kambingmu!” ucap Umar yang sebenarnya tahu kalau anak itu seorang budak.
“Tidak bisa, Pak!” jawab bocah penggembala.
“Kenapa?” tanya Umar.
“Kambing-kambing ini bukan milikku. Ini milik tuanku. Aku hanya seorang budak yang ditugaskan untuk menggembala,” ungkap si penggembala.
“Tapi, dari sekian banyak kambing yang kamu gembala, apa tuanmu akan tahu kalau hilang satu? Kamu bisa bilang karena dimakan hewan buas!” sergah Umar begitu meyakinkan. Ia sepertinya ingin sekali melihat reaksi bocah gembala itu.
“Pak, tuanku mungkin saja tidak tahu. Tapi Allah selalu tahu,” jawab si bocah penggembala, tanpa sedikit pun memperlihatkan keraguan.
Saat itu juga, Umar langsung menangis. Ia begitu terharu dengan iman dan amanahnya si bocah penggembala.
Jawaban si bocah penggembala seolah ‘menegurnya’ bahwa Allah subhanahu wata’ala selalu mengawasi amanah yang dipikul seseorang. Orang lain mungkin tidak tahu, tapi Allah Maha Tahu.
Khalifah Umar memberikan reward kepada si penggembala dengan memerdekakannya sebagai budak. Umar pun menghadiahkan si bocah penggembala beberapa pasang ekor kambing untuk digembala dan dimiliki sendiri.
**
Nasihat bisa datang dari mana saja. Hati yang bersih akan mampu menangkap bayangan cermin dari apa saja yang ada di alam raya ini. Seolah gunung bisa memberi nasihat, begitu pun dengan keindahan bintang dan bulan di saat malam, gemericik aliran sungai pegunungan, dan lainnya.
Terlebih lagi dari seorang manusia. Meskipun cermin nasihat itu datang dari orang rendahan, orang yang keberadaannya nyaris tak dianggap oleh siapa pun.
“Fa’tabiruu, yaa ulil abshaar.” Ambillah pelajaran dari apa pun, dan siapa pun. [Mh]