PROFIL Abu Zayd al-Balkhi disinggung oleh penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti dalam artikelnya berjudul: “Perut Berulah karena Banyak Masalah.”
Tulisan yang diunggah dalam akun IG-nya @uttiek.herlambang (6/12/2022) itu menjelaskan bahwa Abu Zayd al-Balkhi adalah seorang ilmuwan Muslim dari abad ke-9 yang mula-mula memperkenalkan konsep kesehatan mental.
Jauh sebelum dokter modern melakukan penelitian tentang gangguan fisik yang muncul akibat masalah psikologi, ilmuwan Muslim telah memulainya.
Seperti halnya para ilmuwan Muslim pada masa itu, al-Balkhi juga seorang polymath alias menguasai beragam disiplin ilmu: agama, kedokteran, geografi, filsafat, politik, sastra, etika, sosiologi, tata bahasa, dan astronomi.
Lebih dari 60 kitab telah ditulisnya.
Salah satu karya masyhurnya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris adalah “Sustainance of the Soul”. Kitab itu masih digunakan hingga hari ini.
Lebih dari seribu tahun lalu, ia telah mendefinisikan tentang kondisi manusia dan sifat medis dari keadaan emosi manusia. Ilmu yang kemudian di abad ke-20 dikenal sebagai psikopatologi.
Ia jelaskan dengan rinci tentang gejala, pencegahan dan penanganannya. Menariknya, ia bisa menarik benang merah antara ganguan medis akibat kondisi emosi itu dengan konsep-konsep Islam.
Abu Zayd al-Balkhi, Ilmuwan Muslim yang Mengenalkan Konsep Kesehatan Mental Pertama Kalinya pada Abad ke-9
Baca Juga: Terapi Kesehatan Mental lewat Pesan Teks Populer pada Masa Pandemi
View this post on Instagram
Saat berada dalam kondisi tertekan atau banyak masalah yang menghantam, perut seringkali mengajukan “protes”.
Perih, mual, diare, atau bahkan muntah-muntah.
Pernahkah mengalami hal ini?
Sebuah Journal of Clinical Psychiatry dan Acta Psychiatrica Scandinavica menyebutkan kalau masalah pencernaan memiliki hubungan erat dengan depresi dan kecemasan.
Saat seseorang merasa cemas, otak akan mengirimkan sinyal ke tubuh melalui sistem saraf simpatis. Proses ini dikenal sebagai respons “fight or flight”.
Respons ini sebenarnya berguna dalam membantu manusia untuk bertahan hidup, terutama saat menghadapi situasi genting.
Studi lain yang dilakukan oleh Almy dan Tulin pada akhir 1940-an menyebutkan, para peneliti menggunakan instrumen khusus untuk mengukur seberapa banyak usus besar berkontraksi selama stres.
Para peneliti menemukan, perut dan usus memiliki sistem saraf yang disebut sebagai sistem saraf enterik. Sistem saraf ini merespons hormon stres yang dilepaskan tubuh.
Stres memicu pelepasan hormon yang memberi sinyal pada sistem enterik untuk memperlambat motilitas, atau pergerakan di perut dan usus kecil.
Hal ini yang membuat saluran pencernaan sangat sensitif terhadap gejolak emosi dan membuat reaksi tubuh saat manusia tertekan adalah mual secara fisik, kehilangan nafsu makan, diare, atau ada juga yang mencari pelarian dengan makanan yang menenangkan.
Biasanya gangguan pencernaan akibat stres ini juga diikuti dengan sakit kepala. Namun bukan sakit kepala seperti migrain yang menyiksa.
Sakit kepala terkait depresi tidak serta merta mengganggu fungsi tubuh.
National Headache Foundation menyebutkan bahwa sakit kepala akibat depresi akan memberikan sensasi berdenyut ringan, terutama di sekitar alis.
Bila banyak masalah mendera, pencegahan pertama adalah segera ambil air wudhu dan perbanyak istighfar. Yuks, lakukan![ind]