APA yang Allah halalkan adalah yang baik untuk kita. Dan apa yang Allah haramkan adalah buruk untuk kita.
Perintah Allah adalah wajib. Kadang, orang merasa beban dengan kata wajib. Di sinilah kita melatih diri untuk mengawali penilaian tentang wajib dengan berbaik sangka kepada Allah. Bahwa, apa yang Allah perintahkan pasti baik untuk kita.
Allah perintahkan wanita untuk menutup aurat. Tentu ini bukan untuk mengekang ekspresi diri. Justru untuk melindungi wanita dari ekses negatif sebagai sosok seorang wanita. Ekses dari dalam dan tentu dari luar.
Begitu pun dengan perintah berpuasa di bulan Ramadan saat ini. Mungkin ada yang keberatan: kenapa puasanya siang bukan malam. Kenapa puasanya harus satu bulan, tidak satu pekan saja. Dan seterusnya.
Jawabannya tentu sangat teknis. Bisa ditinjau dari sisi kesehatan ruhani, kesehatan jasmani, sisi ekonomi masyarakat, dan lainnya.
Namun begitu, Allah subhanahu wata’ala menekankan bahwa berpuasa adalah lebih baik bagi kita jika mengetahui.
Allah berfirman, “…Siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Begitu banyak hikmah dari berpuasa. Dan hikmah itu terus terungkap dari semua sisi seiring perkembangan teknologi dan pengetahuan.
Tapi di saat perintah ini pertama kali turun, para sahabat Nabi tidak mempersoalkan maslahat di balik berpuasa. Mereka hanya sami’na wa atha’na, patuh dan taat terhadap apa yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan.
Terpaksa dalam mengamalkan kebaikan jauh lebih baik dari sekadar kenyaman perasaan. Karena kebaikan dari manusia memang hampir tak lepas dari unsur pemaksaan.
Kalau tidak dipaksakan orang tua, mungkin kita tak tertarik untuk mandi, tak bergairah untuk bangun Subuh, tak berkeinginan untuk belajar, dan lainnya.
Puasa adalah latihan dan pendidikan diri agar derajat manusia naik lebih tinggi, mendekat ke ‘langit’ daripada terus-menerus menempel ke ‘bumi’.
Meski tidak akan sampai pada derajat malaikat, setidaknya manusia bisa terlatih untuk mengendalikan unsur ‘bumi’nya sehingga stabil untuk membagi porsinya ke ‘langit’.
Itulah tujuan dari ibadah puasa Ramadan. Yaitu, la’allakum tattaqun: agar kalian menjadi hamba Allah yang bertakwa, sebuah peringkat istimewa yang menjadikan hamba Allah seperti tak lagi berjarak dengan Allah.
Dengan begitu, Allah anugerahkan kepada sang hamba semua yang baik dalam masa kehidupannya di dunia dan akhirat kelak. [Mh]