ARUS yang searah dengan tujuan itu memudahkan. Tapi yang berlawanan akan sangat menyulitkan. Belajarlah mengendalikan arus agar selamat sampai tujuan.
Seorang anak nelayan sedang belajar memahami arus sungai. Ia membayangkan bisa mengendalikan sampan kecilnya beriringan dengan laju arus.
Awalnya ia hanya bermodal dayung. Ketika perjalanan dari rumah ke lokasi mancing, arusnya seiring sejalan. Wajar jika hanya bermodal dayung, sampannya melaju kencang.
Tapi ketika akan kembali ke rumah, arus mengalir sebaliknya. Ia harus melawan arus jika ingin tiba di rumah.
Ketika melawan arus itu, dayung saja ternyata tidak cukup. Sebegitu kerasnya ia berusaha mendayung, tapi arus melawannya begitu kuat.
“Harus ada yang lebih kuat dari arus,” pikirnya.
Ia memperhatikan sampan-sampan besar yang berlalu lalang melewatinya. Mereka begitu mudah melawan arus karena bantuan mesin seperti baling-baling.
Mesin memang bisa dengan mudah melawan arus, pikirnya. Tapi memiliki mesin harus dengan kekuatan lain. Yaitu, uang.
Anak nelayan ini pun menyimpulkan: tanpa kekuatan, sangat sulit melawan arus. Dan kekuatan mesin itu bisa diperoleh dengan bantuan kekuatan lain seperti uang.
**
Hidup ini juga seperti mengarungi arus. Kita akan dengan mudah menuntaskan misi kebaikan jika lingkungannya sudah baik.
Masalahnya, seperti halnya arus sungai, kita tidak bisa pilah-pilih lingkungan mana yang mau kita arungi. Adakalanya lingkungannya baik. Tapi tidak jarang, lingkungannya buruk.
Yang harus dicatat, rasanya tidak mungkin mengikuti kemauan lingkungan yang buruk dalam rangka membangun yang baik.
Harus berani melawan arus. Tapi tanpa kekuatan, melawan arus akan sangat melelahkan. Bahkan mungkin bisa sia-sia.
Karena itu, siapkan kekuatan yang dimiliki agar kita bisa mengendalikan arus. Bukan justru terbawa arus. [Mh]