KETUA Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Dr. K.H. Ahmad Kusyairi Suhail, M.A. mengutuk keras aksi pembakaran Kitab Suci Al-Qur’an di Swedia yang dilakukan oleh politisi ekstrimis Rasmus Paludan dengan penjagaan dan legalisasi dari pihak berwenang.
Kusyairi, yang juga dosen UIN Syarif Hidayatullah ini, mengapresiasi dan mendukung sikap keras Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri yang telah terbuka menyatakan penolakan kerasnya.
Ia juga berharap Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia, untuk membawa masalah serius dan sensitif ini ke forum Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB).
Menurut Kusyairi, pembakaran kitab suci, merupakan perilaku dan tindakan radikal, ekstrim, intoleran dan wujud nyata islamophobia yang menimbulkan keonaran dan ketidakharmonisan hubungan antar umat manusia.
Apalagi, PBB telah mengeluarkan resolusi pada tanggal 15 Maret 2022 lalu dan ditetapkan hari tersebut sebagai hari internasional untuk menangkal Islamophobia.
“IKADI berharap Pemerintah Indonesia dapat memanggil Duta Besar Swedia untuk menghindari aksi-aksi balasan dan tindakan destruktif lainnya,” kata Kusyairi.
Baca Juga: Rakornas IKADI Hasilkan Deklarasi Lombok untuk Kebaikan Umat dan Bangsa
Ketua Umum IKADI Kutuk Pembakaran Al-Qur’an di Swedia
Ketum IKADI berpendapat, pemerintah Swedia terkesan melakukan pembiaran aksi tersebut dengan alasan kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Pembakaran kitab suci Al-Qur’an, menurut Kusyairi, jelas sama sekali bukanlah kebebasan berekspresi, melainkan penghinaan kepada agama orang lain.
Hal itu menurutnya, sama dengan penghinaan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.
Seperti diketahui, pada tahun 2018, telah diputuskan oleh Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) Eropa yang bermarkas di Strasbourg, Prancis, bahwa menghina Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dianggap sebagai ‘melampaui batas debat yang obyektif’ dan ‘dapat memicu prasangka dan mengancam perdamaian.’
Tindakan seperti ini sama sekali tidak bisa dibuat dalih sebagai kebebasan berekspresi, lanjutnya.
“Hak kebebasan berekspresi harus diimbangi dengan hak dan perasaan pemeluk agama lain yang dilindungi, serta menjaga tujuan perdamaian agama,” jelas Kusyairi.
Ia menegaskan, keputusan itu diumumkan oleh panel yang terdiri dari tujuh hakim dan dikeluarkan pada Kamis tanggal 25 Oktober 2018.
Kyai Kusyairi berharap aksi pembakaran kitab suci tidak terulang lagi.[ind]