ChanelMuslim.com- Ajaran agama tak selalu sejalan dengan logika. Tapi tetaplah dalam keyakinan ketika logika tak mampu menerjemahkan nilai agama.
Nabi Musa alaihissalam berkesempatan bisa belajar dengan seorang hamba dari hamba Allah mulia, Nabi Khidir. Sebuah metode belajar menarik yang meluruskan logika hanya sebagai alat, bukan acuan nilai.
Ada tiga episod pengalaman yang dipetik Nabi Musa dari perjalanan bersama Nabi Khidir. Tentang perahu yang dilubangi. Tentang dinding rapuh yang diperbaiki. Dan tentang anak kecil yang dibunuh.
Ketiganya menunjukkan bahwa Nabi Musa gagal komitmen dengan yang disepakati dengan Nabi Khidir. Bahwa, Nabi Musa harus bersabar menundukkan logika di bawah apa yang ia ajarkan.
Sungguh sebuah perjalanan belajar yang begitu menarik. Belajar bahwa alam pikiran manusia itu begitu kerdil di banding hikmah nilai agama.
Tentang perahu yang dilubangi, baru Nabi Musa paham hal itu demi kebaikan pemilik perahu. Dan pemiliknya adalah orang miskin yang terancam oleh keserakahan penguasa wilayahnya.
Dengan melubangi, penguasa serakah itu enggan mengambil perahu bocor. Saat itu, hikmah itu tidak mampu ditangkap Nabi Musa.
Tentang dinding rapuh yang diperbaiki, baru Nabi Musa paham bahwa di balik dinding itu ada harta milik orang miskin yang harus dijaga kerahasiaannya.
Tentang membunuh anak kecil, Nabi Musa bukan hanya tidak memahami, bahkan marah dengan tindakan itu.
“Kenapa anak kecil yang masih suci kau bunuh? Sungguh ini sebuah kemungkaran!” begitu kira-kira respon Nabi Musa kepada Nabi Khidir.
Belakangan, baru Nabi Musa paham kalau anak itu akan menjadi pengganggu orang tuanya yang shaleh. Yang bisa menjerumuskan orang tuanya ke jalan yang buruk.
Kisah menarik ini Allah abadikan dalam Surah Al-Kahfi. Tentu mesti menjadi pelajaran buat umat Nabi Muhammad hingga saat ini.
**
Agama merupakan aturan yang Allah turunkan untuk umat manusia. Tentu demi kebaikan manusia itu sendiri. Demi kelangsungan hidup yang aman, harmonis, dan berkah.
Namun, jangan pernah menyaring agama dengan logika manusia. Karena yang disaring jauh lebih besar kapasitasnya dengan saringan picik logika kita.
Sambutlah ajaran agama dengan sami’na wa atho’na: kami dengar dan kami taat. Cukup dengan mendengar, sudah bisa langsung diamalkan. Imani dan amalkan.
Setelah itu, akan Allah berikan pemahaman hikmah di balik nilai dan pengamalan itu. [Mh]