AWAN mendung mengabarkan sesuatu. Yaitu, kabar gembira meski datang dengan wajah duka.
Seorang siswa begitu tertarik dengan iring-iringan awan mendung yang begitu pekat. Awan itu seketika menutup langit yang semula cerah menjadi gelap.
“Guru, akan ada bencana apa di balik awan gelap itu?” tanyanya kepada sang guru. Bocah itu tertahan di sekolah meski pelajaran sudah usai.
Sang guru sejenak tercenung menyimak pertanyaan sederhana itu. “Kamu salah, Nak. Awan gelap bukan pertanda bencana, justru sebaliknya,” ungkapnya.
“Mungkin akan ada badai atau angin putting beliung, Guru!” sergah sang murid.
“Ya, kamu benar. Mungkin akan ada badai atau angin besar lainnya. Tapi, Itu hanya pembuka. Yang dibawa awan gelap sebenarnya adalah air segar yang berlimpah,” jelas sang Guru.
“Jadi kita tak boleh takut, Guru?” tanya sang murid lagi.
“Tentu saja. Justru kita harus bergembira,” ungkapnya. “Kadang kita sering salah paham. Karena kabar gembira kadang datang dengan wajah duka,” tambahnya.
**
Hidup ini kadang menyuguhkan sesuatu yang belum terjangkau nalar kita. Sebuah kabar gembira kerap disalahartikan sebagai kabar duka.
Perhatikanlah ketika sang bayi akan datang melalui perut ibu. Tubuh sang ibu tiba-tiba seperti menakutkan, membesar dan membuat sang ibu payah.
Ketika lahir pun, sang bayi tidak diiringi aneka bunga yang indah dan wangi. Melainkan oleh iringan aliran darah yang menakutkan.
Begitu pun tentang kematian. Ia adalah kabar gembira untuk mereka yang merindukan keabadian ridhaNya. Karena hanya melalui kematian yang seolah menakutkan itu, kenikmatan abadi tersedia untuk mereka yang takwa. [Mh]