ChanelMuslim.com- Allah Maha Besar. Selain Allah, sangat kecil. Itulah bahasa iman. Dalam bahasa dunia, boleh jadi lain lagi.
Shalat melatih kita banyak hal. Antara lain, melatih disiplin, melatih kebersihan, melatih kebersamaan, dan melatih hati bahwa hanya Allah subhanahu wata’ala yang Maha Besar. Yang lain kecil. Bahkan, jauh lebih kecil dari disebut kecil.
Bahkan sebelum shalat pun, muazin meneriakkan panggilan juga dengan menyebut Allahu Akbar. Hal ini untuk menyadarkan hati bahwa ada yang jauh lebih besar dari urusan apa pun.
Kalau dihitung, setidaknya ada enam kali kita mengucapkan Allahu Akbar dalam setiap rakaat shalat. Jumlah ini sama dengan yang dikumandangkan muazin.
Sebegitu banyak pengulangan itu akhirnya membentuk hati dan pikiran kita bahwa yang paling besar itu Allah. Yang paling besar itu perintah dan larangan Allah. Yang paling besar itu urusan dengan Allah, selainnya kecil.
Seperti itukah akhirnya dalam dunia kenyataan? Manusia tidak hanya terdiri dari ruh saja. Ada juga jasad. Dan urusan jasad kadang mampu menarik lebih kuat melampaui tarikan ruh.
Di sinilah akhirnya ada kesenjangan antara idealita dan realita. Lisan mengatakan Allahu Akbar, tapi syahwat mengucapkan yang lain. Dan ucapan syahwat kadang lebih banyak dituruti hati daripada lisan.
Akhirnya, apa pun bentuk dunia nyatanya, selalu ada urusan dunia yang jauh lebih besar dari urusan Allah. Harta lebih besar. Karir lebih besar. Citra lebih besar. Sanjungan lebih besar. Status sosial lebih besar. Ego lebih besar. Dan seterusnya.
Mungkin, inilah makna kenapa Allah subhanahu wata’ala menyebut shalat bukan untuk diamalkan. Tapi ditegakkan, yuqiimus sholah: menegakkan shalat.
Allahu Akbar yang dinyatakan berulang-ulang dalam shalat, mestinya tegak dalam dunia nyata. Bukan sekadar ritual yang hanya untuk menggugurkan kewajiban.
Allah Maha Besar, yang lain kecil. Tapi dalam realitanya, yang lain Maha Besar, Allah urusan kecil, bisa ditunda, bisa dilupakan, dan bisa sekadar basa-basi.
“Aku hadapkan wajahku ke arah Yang Menciptakan langit dan bumi, dengan penyerahan yang sempurna. Dan tidaklah aku menyekutukanNya dengan apa pun.
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya milik Allah. Tidaklah ada sekutu selain Allah. Dan seperti itulah aku diperintahkan, dan aku termasuk yang pertama berserah diri.”
Sekali lagi, adakah dalam kenyataannya yang lebih besar dari Allah? Jawabannya ada dalam amal keseharian kita masing-masing. [Mh]