ADIL itu bukan hanya kepada orang yang kita cintai. Bahkan terhadap musuh pun harus adil.
Banyak hikmah dari kisah para Nabi. Di antaranya bagaimana bersikap adil terhadap musuh. Karena meski musuh, mereka juga manusia yang suatu saat bisa berubah. Kalau ia tak berubah, mungkin anaknya yang akan berubah.
Begitulah sikap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap Abu Jahal. Sekeras apa pun Abu Jahal memusuhi Nabi, Nabi tetap bersikap adil. Yang buruknya dihindari, yang baiknya dihargai.
Bayangkan jika Nabi menjeneralisir bahwa semua yang ada di Abu Jahal buruk, mungkin tak ada sahabat Nabi yang bernama Ikrimah bin Abu Jahal radhiyallahu ‘anhu. Siapa sangka, seorang putera yang ayahnya begitu keras memusuhi Nabi justru menjadi pembela Nabi.
Begitu pun Abu Sufyan. Nabi juga bersifat adil, meski ia begitu memusuhi Nabi. Karena pada akhirnya Abu Sufyan masuk Islam. Dan lahir pula dari Abu Sufyan, seorang sahabat Nabi yang bernama Muawiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu ‘anhu.
Siapa pula yang tak kenal tokoh munafik di Madinah. Namanya Abdullah bin Salul atau biasa disebut Ibnu Salul. Permusuhannya begitu keras dengan Nabi.
Namun, Nabi tetap bisa bersikap adil terhadap Ibnu Salul itu. Dan siapa sangka, dari dirinya lahir seorang sahabat Nabi bernama Abdullah bin Abdullah bin Salul radhiyallahu ‘anhu. Abdullah ini bahkan menjadi sekretaris penulisan wahyu di masa Rasulullah.
Kalau bersikap adil terhadap orang-orang yang dicintai itu wajar. Tapi bersikap adil terhadap orang yang dibenci itu sulitnya luar biasa.
Di sinilah akal dan nafsu saling berebut pengaruh. Akal adalah hati saat mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Sementara, nafsu hanya emosi dan kemarahan.
Salah satu bentuk sikap adil terhadap yang membenci kita adalah kemampuan untuk memaafkan mereka. Apalagi jika permohonan maaf itu diajukan secara tulus: di antaranya mengembalikan hak-hak yang dizalimi dan lainnya.
Allah subhanahu wata’ala membimbing kita dalam firman-Nya, “…Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa…” (QS. Al-Maidah: 8) [Mh]