GULA mengundang semut datang. Semut datang tidak sendirian.
Ada pepatah lama yang mengatakan: Ada Gula, Ada Semut. Arti dari pepatah ini adalah di mana ada kesenangan, di situ akan banyak orang datang.
Pepatah ini seperti ingin menunjukkan salah satu kelemahan manusia. Yaitu, sangat tergiur dengan kesenangan.
Ada salah satu sifat manusia yang begitu terbuai dengan hal-hal yang menyenangkan. Dan di titik inilah, manusia tampak begitu lemah.
Artinya, karena terbuai dengan sisi kesenangannya, manusia lupa dengan nilai yang harus ia pegang. Contoh, sebuah keluarga yang terdiri dari kakak dan adik begitu damai. Tapi saat masuk soal jatah warisan, mereka menjadi bermusuhan.
Bahkan para sahabat Rasulullah radhiyallahu ‘anhum pun tercatat dalam sejarah nyaris terbuai dengan hal ini. Yaitu ketika Allah menguji mereka dengan ghanimah Perang Hunain yang begitu banyak.
Mereka sempat curiga satu sama lain. Bahkan sempat buruk sangka dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalau saja tidak karena rahmat Allah dan nasihat Rasulullah, buaian itu mungkin akan menjadi buruk.
Ibroh ini menjadi pelajaran berharga untuk generasi sesudah mereka. Termasuk kita semua.
Ada Gula Ada Semut. Berhati-hatilah dengan godaan ‘gula’ yang bisa melenakan. Berhati-hatilah karena yang menyenangkan itu, terlebih datangnya tiba-tiba, akan membuat orang salah langkah.
Meskipun, kajian tentang pepatah ini tidak proporsional menempatkan posisi sang semut. Semut di pepatah ini seolah-olah sebagai makhluk yang mudah tergiur.
Padahal, tak satu pun semut yang berkumpul karena gula dimaksudkan demi untuk kepentingan dirinya sendiri.
Semut-semut ‘menyerbu’ gula yang seperti terbuang adalah sebagai petugas. Bukan untuk ia makan sendiri, tapi untuk disetorkan ke jamaahnya tanpa sedikit pun ia kurangi.
Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.
“Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi: 28) [Mh]