ChanelMuslim.com – Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Izin bertanya, Bunda Rosa. Saya ingin bertanya, kalau anak saya mendapatkan bullying di sekolah, baiknya melaporkan si anak yang melakukan bullying saja? Atau juga turut melaporkan pihak sekolah yang membiarkan terjadinya bullying itu?
Oleh: Rosalita Chandra, S.H, M.H.
Jawaban:
Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Terima kasih atas pertanyaannya.
Pengertian Bullying
Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang. Bullying terjadi baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya. (Sejiwa, 2008)
Dalam konteks hukum, bullying dimaknai sebagai tindakan kekerasan terhadap seseorang. Secara khusus Pasal 1 Angka 15a UU RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak).
Undang-undang tersebut juga mendefinisikan kekerasan sebagai setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan. Penderitaan baik secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran.
Termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. Bullying di sekolah bisa saja terjadi.
Baca juga: Hukum Pernikahan Dini di Indonesia
UU Perlindungan Anak untuk Bullying di Sekolah
Berdasarkan UU Perlindungan Anak, pelaku bullying kepada anak-anak dapat dijerat dengan adanya ketentuan Pasal 76c UU Perlindungan Anak sebagai berikut:
Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 76c tersebut berakibat dapat dijatuhkannya sanksi pidana. Sebagaimana diatur dalam Pasal 80 UU Perlindungan Anak sebagai berikut:
(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.
Baca juga: Pernikahan Dini yang Dibatalkan
Tanggung Jawab Sekolah terhadap Bullying di Sekolah
Selanjutnya, mengenai tanggung jawab sekolah. Sekolah sebagai institusi pendidikan dalam melindungi anak dari tindakan kekerasan juga diatur dalam Pasal 54 UU Perlindungan Anak sebagai berikut:
(1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
Adapun yang dimaksud dengan lingkungan satuan pendidikan adalah tempat atau wilayah berlangsungnya proses pendidikan. Sehingga tidak terbatas pada sekolah, namun juga tempat pendidikan lainnya.
Kemudian yang dimaksud dengan pihak lain pada Pasal 54 Ayat 1 mencakup antara lain petugas keamanan, petugas kebersihan, penjual makanan, petugas kantin, petugas jemputan sekolah, dan penjaga sekolah.
Baca juga: Sanksi Pidana untuk Orangtua yang Memaksa Anak di Bawah Umur Menikah
Kesimpulan
Sehubungan dengan pertanyaan di atas. Pertanggungjawaban suatu tindak pidana dalam hal ini kekerasan terhadap anak, merupakan beban dan tanggung jawab pelaku kekerasan. Yang dinyatakan melalui prosedur hukum pidana.
Ada pun sanksi bagi institusi sekolah yang melakukan kelalaian atau pembiaran sehingga terjadi bullying. Sanksi merujuk pada ketentuan Pasal 11 dan Pasal 12 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015. Yakni Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak sebagai peserta didik, perlindungan anak serta tindakan yang edukatif dan rehabilitatif terhadap anak, maka perlu dipertimbangkan terlebih dulu untuk menyelesaikan persoalan bullying di lingkungan sekolah dengan pihak-pihak terkait sebelum menempuh upaya pelaporan tindak pidana di Kepolisian RI.
Seperti melaporkan kepada Dinas Pendidikan setempat dan melibatkan peran Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Namun dalam hal tindak kekerasan menyebabkan luka berat, cacat fisik atau kematian maka wajib melaporkan hal tersebut kepada Kepolisian RI untuk ditindaklanjuti menurut hukum pidana.
Semoga orang tua, sekolah dan masyarakat dapat bersinergi dan bergerak bersama untuk melindungi dan memberikan lingkungan yang aman bagi anak-anak demi kepentingan terbaik mereka.
Penutup
Demikian jawaban kami, yang ditujukan hanya untuk kepentingan pendidikan keluarga atas isu-isu hukum dan bukan merupakan pendapat atau nasehat hukum yang diberikan dalam rangka hubungan antara Advokat dengan Klien.
Materi pada tulisan ini terdapat kemungkinan tidak berlaku atau tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang ada akibat peraturan perundangan yang berubah atau dinyatakan tidak berlaku, sehingga tetap diperlukan penelusuran peraturan perundangan untuk memastikan keberlakuan hukumnya secara tepat.
Semoga bermanfaat, mari cerdas hukum untuk dapat melindungi keluarga.
Catatan Kaki;
1. Faktor bullying
Faktor Yang Mempengaruhi Remaja Dalam Melakukan Bullying, Ela Zain Zakiyah, Sahadi Humaedi, Meilanny Budiarti Santoso, https://jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/viewFile/14352/6931, hal.325
2. Pasal 11 terkait bullying di sekolah
- (1) Satuan pendidikan memberikan sanksi kepada peserta
didik dalam rangka pembinaan berupa:
- teguran lisan;
- teguran tertulis; dan
- tindakan lain yang bersifat edukatif.
- (2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat memberikan sanksi kepada pendidik atau tenaga kependidikan yang diangkat oleh satuan pendidikan atau pihak lain yang bekerja di satuan pendidikan berupa:
- teguran lisan;
- teguran tertulis;
- pengurangan hak; dan
- pemberhentian sementara/tetap dari jabatan sebagai pendidik/tenaga kependidikan atau pemutusan/pemberhentian hubungan kerja.
- (3) Dinas kabupaten/kota, provinsi memberikan sanksi
kepada pendidik dan tenaga kependidikan berupa:
- teguran lisan;
- teguran tertulis;
- penundaan atau pengurangan hak;
- pembebasan tugas; dan
- pemberhentian sementara/tetap dari jabatan sebagai pendidik/tenaga kependidikan.
- (4) Dinas kabupaten/kota, provinsi memberikan sanksi
kepada satuan pendidikan berupa:
- pemberhentian bantuan dari Pemerintah Daerah;
- penggabungan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
- penutupan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
- (5) Kementerian memberikan sanksi berupa:
- rekomendasi penurunan level akreditasi;
- pemberhentian terhadap bantuan dari pemerintah;
- rekomendasi pemberhentian pendidik atau tenaga kependidikan kepada Pemerintah Daerah atau satuan pendidikan; dan
- rekomendasi kepada Pemerintah Daerah untuk melakukan langkah-langkah tegas berupa penggabungan, relokasi, atau penutupan satuan pendidikan dalam hal terjadinya tindak kekerasan yang berulang.
3. Pasal 12
(1) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dikenakan bagi:
- satuan pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik atau pihak lain yang terbukti melakukan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan atau terbukti lalai melaksanakan tugas dan fungsinya yang mengakibatkan terjadinya tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
- satuan pendidikan yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1); atau
- Pemerintah daerah yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (2).
(2) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Dilakukan secara proporsional dan berkeadilan sesuai tingkat dan/atau akibat tindak kekerasan berdasarkan hasil pemeriksaan oleh tim penanggulangan tindak kekerasan/hasil pemantauan pemerintah daerah/Pemerintah.
(3) Pemberian sanksi pemberhentian dari jabatan
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d, ayat (3) huruf e, dan ayat (5) huruf c bagi guru atau kepala sekolah dilakukan apabila terbukti lalai atau melakukan pembiaran terjadinya tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian atau sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam masa jabatannya yang mengakibatkan yang mengakibatkan luka fisik yang ringan, berdasarkan hasil pemeriksaan oleh tim independen.
(4) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tidak menghapus pemberian sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.