PRAKTIK poligami yang dilakukan secara diam-diam telah berlangsung lama di Indonesia namun tidak banyak istri yang menyuarakan kepedihannya terhadap fenomena ini.
Praktisi Hukum Dini Eka Putri menyoroti aspek kepatutan atau kepantasan yang sering diabaikan para suami ketika memutuskan untuk berpoligami.
Memiliki istri lebih dari satu bukanlah hal yang terlarang dalam Islam, namun sayangnya, seringkali praktiknya dilakukan tanpa sepengetahuan istri pertama.
Pengabaian terhadap hak istri dalam praktik poligami kemudian menyebabkan kerentanan dalam ketahanan keluarga, mulai dari para istri yang merasa tersakiti, hingga anak-anak yang kurang mendapat kasih sayang dan perhatian dari seorang ayah.
Permasalahan poligami bertambah runyam apabila sang suami memilih untuk memperistri wanita yang berusia sebaya dengan putrinya sendiri.
“Ada aspek kepatutan atau kepantasan yang diabaikan oleh suami dalam praktik poligami. Bayangkan, betapa perih hati sang istri begitu suami melakukan poligami diam-diam ditambah lagi menikah dengan perempuan yang lebih muda,” jelas Dini yang juga berprofesi sebagai Advokat di Trust Law Office.
Praktik poligami, menurut Dini, meskipun dilakukan oleh banyak kalangan, dari masyarakat menengah hingga atas dan dari beragam profesi, tetapi poligami yang dilakukan oleh seorang ustaz, pemuka agama, tokoh, atau pimpinan pondok pesantren seringkali menjadi sorotan masyarakat.
“Atas nama dalil agama, jangankan meminta persetujuan para istri, para ustaz yang melakukan poligami bahkan cenderung mengabaikan perasaan istri ketika poligami yang dilakukan diam-diam itu kemudian diketahui oleh istri pertama,” tambah Dini.
Para istri ustaz yang tumbuh dalam lingkungan agamis, menjunjung tinggi nilai moral dan adab, kemudian merasa tertekan dan dilema. Di satu sisi, agama mengajarkan untuk taat kepada suami sebagai jalan masuk surga, tapi di sisi lain, mengetahui poligami yang dilakukan diam-diam oleh suaminya membuat istri sedih, kecewa, dan merasa dikhianati.
Perjuangan seorang istri yang dipoligami suaminya diam-diam untuk menuntut keadilan seringkali berujung pada kepasrahan dan kepahitan menerima kenyataan hidup karena circle pengajian yang tidak mendukung. Para pembimbing agama yang dimintai saran cenderung mendamaikan agar para istri tetap tenang menerima kenyataan.
Istri yang tidak nyaman dalam kehidupan rumah tangga mengakibatkan pincangnya pengasuhan terhadap anak. Anak yang merasakan ketidakharmonisan orang tuanya akan mencari kenyamanan di luar rumah. Tanpa pendampingan yang baik, anak dapat terjerumus kepada lingkungan pergaulan yang buruk. Rantai ini yang kemudian terus berevolusi mengakibatkan rentannya ketahanan keluarga.
Poligami di Mata Hukum
Dalam UU Perkawinan, Pasal 3 ayat (2) dijelaskan: Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Dalam pasal 56 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam disebutkan: Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.
Merujuk pada penjelasan di atas, poligami dapat dilakukan sepanjang memenuhi syarat-syarat yang berlaku, yaitu sebagai berikut.
(1) Suami wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan di daerah tempat tinggalnya, dengan syarat:
(a) ada persetujuan dari istri/istri-istri, dengan catatan, persetujuan ini tidak tidak diperlukan jika: 1) istri/istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian; 2) tidak ada kabar dari istri selama minimal 2 tahun; atau 3) karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan.
(b) Adanya kepastian suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka;
(c) Adanya jaminan suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak.
(2) Pengadilan hanya memberikan izin poligami jika: (a) istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; (b) istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; (c) istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Izin tersebut akan diberikan pengadilan jika cukup alasan bagi pemohon (suami) untuk beristri lebih dari satu orang.
baca juga: Suami Poligami, Istri Tidak Boleh Meminta Untuk Menceraikan Madunya
Fenomena Poligami Diam-Diam Hancurkan Ketahanan Keluarga
Lebih lanjut, dalam Kompilasi Hukum Islam, syarat poligami dijelaskan sebagai berikut.
1. Suami hanya boleh beristri terbatas sampai 4 orang pada waktu bersamaan
2. Suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istrinya dan anak-anaknya. Jika tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristri lebih dari seorang.
3. Suami harus memperoleh persetujuan istri dan adanya kepastian suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka. Persetujuan ini dapat diberikan secara tertulis atau lisan.
4. Harus mendapat izin dari Pengadilan Agama. Jika nekat dilakukan tanpa izin dari Pengadilan Agama, perkawinan itu tidak mempunyai kekuatan hukum. Jika istri tidak memberikan persetujuan, dan permohonan izin diajukan atas dasar alasan yang sah menurut hukum, Pengadilan Agama dapat menetapkan pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama. Atas penetapan ini, istri/suami dapat mengajukan banding/kasasi.
Dari penjelasan tersebut, pada dasarnya, jika istri pertama tidak menyetujui suami untuk menikah lagi, maka suami tidak dapat melakukan poligami, mengingat persetujuan istri merupakan syarat yang wajib dipenuhi jika suami hendak beristri lebih dari satu orang.
Adapun jika permohonan izin berpoligami tetap diajukan melalui Pengadilan Agama berdasarkan alasan yang sah menurut hukum, Pengadilan Agama dapat memberi izin setelah memeriksa dan mendengar keterangan dari istri yang bersangkutan.
Dampak Poligami Diam-diam Terhadap Istri dan Anak
Penelitian menunjukkan bahwa poligami dapat berdampak serius pada ketahanan keluarga. Studi kasus di Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah, menemukan bahwa rumah tangga yang melakukan poligami mengalami disharmoni yang signifikan, mempengaruhi ketahanan keluarga itu sendiri, (Fikri, 2022).
Beberapa dampak poligami terhadap ketahanan keluarga meliputi sebagai berikut.
1. Psikologi Istri: istri yang dipoligami mengalami dampak psikologis, termasuk stres dan ketidakstabilan emosional.
2. Psikologi Anak: kurangnya kasih sayang dari ayah yang memiliki beberapa istri dapat mempengaruhi psikologi anak.
3. Pemenuhan nafkah: poligami dapat memperumit pemenuhan nafkah keluarga.
4. Dampak sosial: pernikahan yang dilakukan secara diam-diam, termasuk nikah siri, dapat mempengaruhi hubungan sosial dan fitnah.
Kesadaran Berpoligami Diiringi dengan Keberanian Para Istri
Para suami, apalagi seorang ustaz atau tokoh yang berpengaruh, yang ingin berpoligami hendaknya mengondisikan lingkungan terdekatnya sebelum melakukan praktik poligami. Memenuhi syarat poligami merupakan bagian dari tanggung jawabnya sebagai seorang suami, kepala keluarga, dan juga warga negara.
Perjuangan suami untuk membenarkan poligami yang dilakukannya menjadi dapat diterima oleh berbagai pihak merupakan bagian dari transparansi amal yang kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
Di lain pihak, para istri yang merasa diperlakukan tidak adil oleh suami yang melakukan poligami diam-diam berhak untuk menyuarakan isi hatinya lewat jalur-jalur yang sah, termasuk dengan melakukan banding atau menuntut suami di pengadilan. Kebahagiaan merupakan hak setiap orang, begitu juga bagi para istri yang memiliki sebagian tanggung jawab membesarkan anak-anak.
Semoga tulisan ini dapat membangkitkan kesadaran berbagai pihak, terutama para perempuan, untuk berani menyuarakan hak-haknya, juga para suami yang berpoligami agar tidak mengabaikan perasaan istri pertama dan memenuhi hak-haknya sesuai ketentuan yang berlaku dalam agama maupun aturan negara sehingga tak ada lagi keluarga yang hancur karena poligami diam-diam.[ind]