ChanelMuslim.com – Inilah kisah Nene Hatun, seorang bunda pejuang, penggelora semangat kamu perempuan di Erzurum. Pekiknya: “Marilah kaum putri, hari ini adalah hari para pejuang”..
Nene Hatun lahir di kota Erzurum di pedalaman Anatolia (Asia Kecil) sebelah timur tahun 1857 pada masa Turki Utsmani. Apa peran beliau pada masanya, mari kita telusuri!
Ketika Turki Utsmani berperang melawan Russia pada tahun 1877-1878 sempat terjadi kemunduran pada permulaan perang yang menyebabkan Benteng Aziziye di kota Erzurum jatuh ke tangan Russia.
Benteng ini merupakan salah satu kunci pertahanan Turki Utsmani di front ini dan kejatuhannya pada 7 November 1877 merupakan pukulan yang telak.
Pasukan Turki Utsmani mundur untuk menyusun kekuatan, termasuk suami Nene Hatun, namun penduduk setempat punya rencana lain.
Malam itu, adik laki-laki Nene Hatun pulang dalam keadaan luka parah yang menyebabkan kematiannya di pangkuannya.
Setelah mengurus jenazah adik laki-lakinya yang gugur mempertahankan benteng tersebut, Nene Hatun menitipkan kepada orangtuanya kedua buah hatinya, yaitu anak bungsunya yang baru berusia 3 bulan dan kakak sang bayi yang juga masih balita.
Baca Juga: Beri Ruang yang Luas Bagi Kaum Perempuan untuk Turut Berjuang
Nene Hatun, Penggelora Semangat Kaum Perempuan di Erzurum
Jika seorang ibu telah menitipkan anak-anaknya untuk berangkat perang maka patut diperkirakan bahwa kondisi sudah sangat kritis.
Ia berangkat memanggul senapan adiknya dan berbekal kampak dapur miliknya sendiri.
Lalu, ia menyemangati para perempuan lain di desanya dan berkumpul bersama penduduk Erzurum lainnya yang juga bertekad untuk merebut kembali benteng Aziziye.
Pasukan Russia di benteng tidak pernah menduga atau menganggap remeh kekuatan penduduk yang sebagian besar terdiri atas barisan perempuan.
Ia termasuk berada pada barisan terdepan dengan pekik legendarisnya “Marilah kaum putri, hari ini adalah hari para syuhada, kalau para prajurit sudah tiada maka kita yang menghentikan (mereka).”
Pertempuran jarak dekat tidak terelakkan lagi ketika sekitar 6.000 penduduk (hanya terdiri dari 1.000 pria) bersenjata apa adanya menyerbu benteng yang dipertahankan sekitar 3.000 pasukan Russia.
Setelah pertarungan reda, Nene Hatun ditemui pingsan dengan beberapa luka namun kampak tetap tergenggam erat di tangannya.
Pasukan Russia telah terdesak mundur dengan 2.000 korban jiwa dan luka-luka; sebuah corengan atas balatentara bersenjata modern tersebut.
Setelah siuman, Nene Hatun mengatakan “mereka dengan persenjataannya, kami dengan agama (Islam) kami..” berulang kali.
Nene Hatun hidup dalam usia yang panjang, suaminya dan anak laki-lakinya gugur pada Perang Dunia Pertama.
Setahun sebelum beliau wafat, Jenderal Ahmet Nurettin Baransel mengunjungi Nene Hatun secara resmi untuk menjadikannya “Bunda Bagi Balatentara ke-3” yang berbasis di Erzurum.
Beliau dinobatkan menjadi “Ibunya Kaum Ibu Turki” pada hari Ibu tahun 1955. Beliau wafat dalam usia 98 tahun pada tanggal 22 Mei 1955 dan dikebumikan di pemakaman khusus para ‘sehit’ (syuhada) di dalam Benteng Aziziye.
Memang benar seorang ibu adalah madrasah pertama bagi keluarganya! Para ibu adalah tiang kekuatan bagi negara. Bagaimana perhatian kita bagi pendidikan kaum ibu dan generasi calon ibu?[ind]
Sumber: Agung Waspodo, Depok, 14 Desember 2015.
https://m.facebook.com/photo.php?fbid=10153745318513904&id=736403903&set=a.10153554226698904