DIALAH Nadr bin Harist, sang pendongeng Mekkah yang dikenal jenius dan luar biasa dalam mendongeng. Saking pandainya, banyak warga Mekkah terbuai dengan ceritanya dan berpaling dari dakwah Islam.
Siapa yang tak suka dongeng? Tanpa peduli kebenarannya, bukankah itu seru? Dongeng itu seperti make up. Akan lebih menarik jika diberi tambahan.
Dikisahkan, seorang pendongeng luar biasa, terbaik pada zamannya, ialah Nadr bin Harist.
Kala itu, Islam baru saja hadir. Muhammad shalallahu ‘alayhi wasallam bertugas menyebarkan kebenaran ini.
Tak ada FB, tak ada IG, tak ada sosmed, tak bisa instastory, maka Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam menyebarkan Islam dengan mengetuk dari pintu ke pintu.
Siapa yang tak percaya beliau? Selama 40 tahun beliau hidup, tak pernah bohong sekalipun. Itu kenapa ia dijuluki Al-Amin atau yang terpercaya.
Maka, orang-orang pun tidak ragu, ketika beliau menceritakan Islam dan Alquran. Orang Mekah tertarik.
Nadr bin Harist, selalu berada dekat dengan Nabi. Agar apa? Agar dia melakukan rencana besarnya.
Menjaga Islam, agar tidak masuk ke hati masyarakat Mekah. Menjalankan perintah petinggi Quraisy yang telah memintanya.
Baca Juga: Sudah Seperti di Negeri Dongeng
Nadr bin Harist, Sang Pendongeng Mekkah
Ketika Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam selesai mendakwahkan Islam ke suatu rumah, Nadr langsung mengetuk kembali pintu rumah tersebut.
“Saudaraku, apa kau baru saja mendengar ucapan Muhammad?” tanya Nadr.
“Sungguh, yang diucapkannya, tak lain hanya dongeng, hanya kisah-kisah terdahulu. Aku juga punya dongeng yang lebih baik dari itu, apa kau mau dengar?” ucap Nadr.
Siapa yang tak suka dongeng? Ya, semua suka. Begitu pula orang-orang terdahulu.
Saking serunya, orang lebih percaya dengan kisah-kisah buatan Nadr. Hal itulah yang membuat dakwah Islam di Mekah tersendat.
Karenanya, Allah menurunkan ayat khusus. Setiap ayat yang mengandung kata “Assatirul Awwalin” yang artinya “Itu kisah-kisah orang terdahulu”, ditujukan bagi perilaku buruk Nadr.
Kini, Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam sudah tiada, begitu pun Nadr. Tapi, perilaku manusia masih sama.
Ketika mereka diberitahu tentang Alquran dan kebenaran, banyak yang berkata “Ah, itu hanya dongeng. Itu hanya kisah pengantar tidur”, bahkan kisah seorang putri dijemput pangeran, jauh terlihat lebih nyata.
Sekarang, kembali kita bertanya pada diri sendiri. Mana yang lebih kita percaya?
Kisah Al-Amin, atau kisah sang pendongeng? Itu saja, sudah cukup menunjukkan, kepada siapa hati kita tertaut.[ind]
Sumber: “Itu Hanya Dongeng”, Choqi Isyraqi, 7 Agustus 2017