ChanelMuslim.com – Muadz bin Jabal Rela Membagi Dua Hartanya yang Melimpah
Mu’adz adalah seorang yang murah tangan, lapang hati dan tinggi budi. Tidak suatupun yang diminta kepadanya, kecuali akan diberinya secara berlimpah dan denga hati yang ikhlas. Sungguh kemurahan Mu’adz telah menghabiskan semua hartanya.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam wafat, Mu’adz masih berada di Yaman, yakni semenjak ia dikirim Nabi ke sana untuk membimbing kaum Muslimin dan mengajari mereka tentang seluk beluk agama.
Baca Juga: Kesan Para Shahabat tentang Muadz bin Jabal (1)
Muadz bin Jabal Rela Membagi Dua Hartanya yang Melimpah
Di masa pemerintahan Abu Bakar, Mu’adz kembali ke Yaman. Umar tahu bahwa Mu’adz telah menjadi seorang yang kaya raya, maka diusulkan Umar kepada khalifah agar kekayaannya dibagi dua. Tanpa menunggu jawaban Abu Bakar, Umar segera pergi ke rumah Mu’adz dan mengemukakan masalah tersebut.
Mu’adz adalah seorang yang bersih tangan dan suci hati. Dan seandainya ia sekarang telah menjadi kaya raya, maka kekayaan itu diperolehnya secara halal, tidak pernah diperolehanya secara dosa bahkan juga tak pernah menerima barang yang syubhat.
Oleh sebab itu, usul Umar ditolaknya dan alasan yang dikemukakannya dipatahkannya dengan alasan pula, Umarpun berpaling dan meninggalkannya.
Pagi-pagi keesokan harinya, Mu’adz segera pergi ke rumah Umar. Demi sampai di sana, Umar dirangkul dan dipeluknya, sementara air matanya mengalir mendahului perkataannya, ia berkata:
“Malam tadi saya bermimpi masuk kolam yang penuh dengan air, hingga saya cemas akan tenggelam. Untunglah anda datang, hai Umar dan menyelamatkan saya!”
Kemudian bersama-sama mereka datang kepada Abu Bakar, dan Mu’adz meminta kepada khalifah untuk mengambil seperdua hartanya.
“Tidak suatupun yang akan saya ambil darimu,” ujar Abu Bakar.
“Sekarang harta itu halal dan menjadi harta yang baik,” kata Umar menghadapkan pembicaraanya kepada Mu’adz.
Andai diketahuinya bahwa Mu’adz memperoleh harta itu dari jalan yang tidak sah, maka tidak satu dirhampun Abu Bakar yang shalih itu akan menyisakan baginya. Namun Umar tidak pula berbuat salah dengan melemparkan tuduhan atau menaruh dugaan yang bukan-bukan terhadap Mu’adz.
Hanya saja masa itu adalah masa gemilang, penuh dengan tokoh-tokoh utama yang berpacu mencapai puncak keutamaan. Di antara mereka ada yang berjalan secara santai, tak ubah bagai burung yang terbang berputar-putar, ada yang berlari cepat, dan ada pula yang berlari lambat.
Namun semua berada dalam kafilah yang sama menuju kepada kebaikan.
Bersambung… [Ln]