Ada sebuah kisah tentang ulama pemberani dan kapal minuman keras. Kisah ini terjadi pada tahun 1308 Masehi di Mesir. Saat itu Kaum Muslimin Mesir berada dalam kepemimpinan Dinasti Mamalik.
Baca Juga: Komentar Para Ulama Tentang Al-Khawarizmi
Kisah Ulama Pemberani dan Kapal Minuman Keras
Ada banyak sekali pemimpin hebat terkenal yang berasal dari era Mamalik ini seperti Saifuddin Quthuz, Izzuddin bin Abdissalam dan Zahir Baibars.
Namun tetap saja, selama matahari masih terbit dari timur, ada saja orang-orang yang suka berbuat onar.
Termasuk seorang walikota bernama Saifuddin Taqsuba yang dikenal keras dan berperangai buruk. Ia memimpin kota Qus yang berada di ujung tenggara sungai Nil di Mesir selatan.
Kelakuan buruknya ini diperparah dengan kegemarannya mengonsumsi minuman keras, tetapi hal ini tidak dia lakukan terang-terangan demi menjaga nama baiknya.
Masyarakat pun hanya tahu dari mulut ke mulut, tetapi tak berani mengingatkan.
Kabar ini pada akhirnya sampai kepada Ulama di kota Qus. Seorang ‘Alim pemberani bernama Syaikh Ali bin Hibatillah Al Asna’i melakukan investigasi untuk mencari bukti apakah benar kabar bahwa walikota Qus gemar meminum khamr.
Setelah dicari dan dilakukan penelusuran, Syaikh Ali akhirnya tahu bahwa kabar itu benar dan Saifuddin Taqsuba memeroleh minuman keras dari sebuah kapal yang dikirim dari Mesir Utara.
Kapal itu bernama ‘Harraqah’, dan di dalamnya ada banyak sekali gentong berisi minuman keras yang ditujukan secara rahasia ke Saifuddin Taqsuba. Menurutmu, apa yang akan dilakukan oleh Syaikh Ali bin Hibatillah?
Beliau menggunakan siasat cerdas. Ketika kapal Harraqah sampai di Qus, Syaikh Ali dan para aparat keamanan mendatangi nahkoda kapal itu, kemudian menggeledah dan berhasil menemukan banyak minuman keras.
Semua gentong minuman keras itu kemudian beliau keluarkan dan dibuang.
Nahkoda kapal kaget bukan main. Ia mengancam Syaikh Ali bahwa pesanan minuman keras itu adalah milik walikota, dan jangan macam-macam kalau tidak ingin berurusan dengan Saifuddin Taqsuba.
Syaikh Ali tidak ambil pusing dengan ancaman itu, sebab dia tahu kalau hal ini ketahuan, Saifuddin pasti akan merasa malu. Ia pasti ingin menjaga nama baiknya.
Setelah membuang semua minuman keras, Syaikh Ali sendirilah yang langsung menghadap Saifuddin Taqsuba.
Saat melaporkannya pada walikota, Syaikh Ali berpura-pura tak tahu bahwa minuman keras itu memang milik penguasa Qus itu.
Mendengar laporan langsung Syaikh Ali bin Hibatillah, Saifuddin merasa hancur sekaligus lega.
Hancur, karena gentong minuman kerasnya tak bisa diminumnya. Tapi lega, karena dia kira Syaikh Ali tak tahu pemilik minuman keras itu adalah walikotanya sendiri.
Dengan canggung, Saifuddin hanya bisa berkata pada Syaikh Ali, “Aflahta!” (kau telah beruntung!)
Nahkoda kapal pun ikut dipanggil menghadap walikota. Ia ditanya oleh hakim dari mana dan untuk siapa minuman keras itu, tetapi nahkoda kapal memilih untuk bohong.
Ia juga tak mau berurusan dengan walikota yang terkenal garang itu. Maka ia cari saja alasan lain.
Berkat aksi Syaikh Ali bin Hibatillah itu, sang walikota dan bandarnya jadi tahu bahwa kemungkaran yang mereka lakukan ternyata diawasi dan dihancurkan.
Mereka memilih untuk tidak meneruskan lagi daripada menanggung malu kalau kemaksiatannya terbongkar ke seluruh warga kota. [Cms]
Sumber: Channel telegram Generasi Shalahuddin
t.me/gensaladin