KISAH hidup Abu Hurairah, Sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menarik untuk diceritakan. Bukan hanya unik, tapi kisahnya menjadi hikmah dan inspirasi tersendiri bagi siapapun.
Sepulang dari Perang Khaibar, Nabi melakukan perluasan terhadap Masjid Nabawi, yaitu ke arah barat dengan menambah tiga pilar lagi. Abu Hurairah terlibat pula dalam renovasi ini.
Ketika dilihatnya Nabi turut mengangkat batu, ia meminta agar beliau menyerahkan batu itu kepadanya. Nabi menolak seraya bersabda, “Tiada kehidupan sebenarnya, melainkan kehidupan akhirat.”
Abu Hurairah radhiyallahu anhu sangat mencintai Nabi. Sampai-sampai dia memilih dipukul Nabi karena melakukan kekeliruan ketimbang mendapatkan makanan yang enak.
“Karena Nabi menjanjikan akan memberi syafaat kepada orang yang pernah merasa disakitinya secara sengaja atau tidak,” katanya.
Begitu cintanya kepada Rasulullah sehingga siapa pun yang dicintai Nabi, ia ikut mencintainya. Misalnya, ia suka mencium Hasan dan Husain, karena melihat Rasulullah mencium kedua cucunya itu.
Baca Juga: Ketika Abu Hurairah Dihina
Kisah Hidup Abu Hurairah, dari Buruh Menjadi Majikan
Ada cerita menarik menyangkut kehidupan Abu Hurairah radhiyallahu anhu dan masyarakat Islam zaman itu.
Meski Abu Hurairah radhiyallahu anhu seorang papa, boleh dibilang tuna wisma, salah seorang majikannya yang lumayan kaya menikahkan putrinya, Bisrah binti Gazwan, dengan Abu Hurairah.
Ini menunjukkan betapa Islam telah mengubah persepsi orang dari membedakan kelas kepada persamaan. Abu Hurairah dipandang mulia karena kealiman dan kesalihannya.
Perilaku islami telah memuliakannya, lebih dari kemuliaan pada masa jahiliah yang memandang kebangsawanan dan kekayaan sebagai ukuran kemuliaan.
Sejak menikah, Abu Hurairah membagi malamnya atas tiga bagian: untuk membaca Al-Quran, untuk tidur dan keluarga, dan untuk mengulang-ulang hadis.
Ia dan keluarganya meskipun kemudian menjadi orang berada tetap hidup sederhana. Ia suka bersedekah, menjamu tamu, bahkan menyedekahkan rumahnya di Madinah untuk pembantu-pembantunya.
Tugas penting pernah diembannya dari Rasulullah. Yaitu ketika ia bersama Al-Ala ibn Abdillah Al-Hadrami diutus berdakwah ke Bahrain.
Belakangan, ia juga bersama Quddamah diutus menarik jizyah (pajak) ke Bahrain, sambil membawa surat ke Amir Al-Munzir ibn Sawa At-Tamimi.
Baca Juga: Ibu Abu Hurairah Masuk Islam setelah Didoakan Rasulullah
Abu Hurairah, Amir Bahrain
Abu Hurairah hidup sebagai seorang ahli ibadah dan seorang mujahid, tak pernah ia ketinggalan dalam perang, dan tidak pula dari ibadat.
Pada zaman Umar bin Khattab, ia diangkat sebagai Amir untuk daerah Bahrain, sedang Umar sebagaimana kita ketahui adalah seorang yang sangat keras dan teliti terhadap pejabat-pejabat yang diangkatnya.
Apabila ia mengangkat seseorang sedang ia mempunyai dua pasang pakaian maka sewaktu meninggalkan jabatannya nanti haruslah orang itu hanya mempunyai dua pasang pakaian juga.
Malah lebih utama kalau ia hanya memiliki satu pasang saja!
Apabila waktu meninggalkan jabatan itu terdapat tanda-tanda kekayaan, maka ia takkan luput dari interogasi Umar, sekalipun kekayaan itu berasal dari jalan halal yang dibolehkan syara’!
Suatu dunia lain, yang diisi oleh Umar dengan hal-hal luar biasa dan mengagumkan.
Rupanya sewaktu Abu Hurairah memangku jabatan sebagai kepala daerah Bahrain ia telah menyimpan harta yang berasal dari sumber yang halal.
Hal ini diketahui oleh Umar, maka iapun dipanggilnya datang ke Madinah. Dan mari kita dengarkan Abu Hurairah, memaparkan soal jawab ketus yang berlangsung antaranya dengan Amirul Mu’minin Umar.
Kata Umar: “Hai musuh Allah dan musuh kitab-Nya, apa engkau telah mencuri harta Allah?”
Jawabku; “Aku bukan musuh Allah dan tidak pula musuh kitab-Nya, hanya aku menjadi musuh orang yang memusuhi keduanya dan aku bukanlah orang yang mencuri harta Allah!’
“Dari mana kau peroleh sepuluh ribu itu? Kuda kepunyaanku beranak-pinak dan pemberian orang berdatangan. Kembalikan harta itu ke perbendaharaan negara (baitul maal)!
Abu Hurairah menyerahkan hartanya itu kepada Umar, kemudian ia mengangkat tangannya ke arah langit sambil berdo’a: “Ya Allah, ampunilah Amirul Mu’minin.”
Tak selang beberapa lamanya. Umar memanggil Abu Hurairah kembali dan menawarkan jabatan kepadanya di wilayah baru.
Tapi ditolaknya dan dimintanya maaf karena tak dapat menerimanya. Kata Umar kepadanya: “Kenapa, apa sebabnya?”
Abu Hurairah mengemukakan lima alasan, “Agar kehormatanku tidak sampai tercela, hartaku tidak dirampas, punggungku tidak dipukul, aku takut menghukum tanpa ilmu, dan bicara tanpa belas kasih!”
Ia memilih tinggal di Madinah, menjadi warga biasa yang memperlihatkan kesetiaan kepada Umar, dan para pemimpin sesudahnya.
Tatkala kediaman Amirul Mukminin Ustman ibn Affan dikepung pemberontak, dalam peristiwa yang dikenal sebagai al-fitnatul kubra (bencana besar), Abu Hurairah bersama 700 orang Muhajirin dan Anshar tampil mengawal rumah tersebut.
Meski dalam posisi siap tempur, Khalifah melarang pengikut setianya itu memerangi kaum pemberontak.
Pada masa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah ditawari menjadi gubernur di Madinah. Ia menolak.
Ketika terjadi pertemuan antara Khalifah Ali dan lawannya, Muawiyah ibn Abi Sufyan, ia bersikap netral dan menghindari fitnah.
Sampai kemudian Muawiyah berkuasa, Abu Hurairah bersedia menjadi gubernur di Madinah. Tapi versi lain mengatakan, Marwan ibn Hakamlah yang menunjuk Abu Hurairah sebagai pembantunya di kantor gubernuran Madinah.
Baca Juga: Abu Hurairah Otaknya Gudang Pengetahuan
Akhir Hayat Abu Hurairah
Pada suatu hari, sangatlah rindu Abu Hurairah hendak bertemu dengan Allah. Selagi orang-orang yang mengunjunginya mendoakannya cepat sembuh dari sakitnya, ia sendiri berulang-ulang memohon kepada Allah dengan berkata:
“Ya Allah, sesungguhnya aku telah sangat rindu hendak bertemu dengan-Mu. Semoga Engkau pun demikian!”
Di Kota Penuh Cahaya (Al-Madinatul Munawwarah), ia mengembuskan nafas terakhir pada 57 atau 58 H (676-678 M) dalam usia 78 tahun.
Meninggalkan warisan yang sangat berharga, yakni hadis-hadis Nabi, bak butiran-butiran ratna mutu manikam, yang jumlahnya 5.374 hadis.
Di sekeliling orang-orang shaleh penghuni pekuburan Baqi’, di tempat yang beroleh berkah, di sanalah jasadnya dibaringkan!
Dan sementara orang-orang yang mengiringkan jenazahnya kembali dari pekuburan, mulut dan lidah mereka tiada henti-hentinya membaca hadis yang disampaikan Abu Hurairah kepada mereka dari Rasul yang mulia.
Sahabat ChanelMuslim, itulah kisah hidup Abu Hurairah yang banyak sekali pelajaran di dalamnya.[ind]
Sumber: islam2u