AMALAN tersembunyi seorang pemuda yang perbuatannya pada awalnya dipahami sebagai sebuah kemaksiatan dan berakhir dengan pujian atas dirinya.
Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti dalam akun IG-nya @uttiek.herlambang, pada (28/10/22) menulis mengenai kisah pemuda tersebut.
“Innalillahi wa inna ilaihi rojiun,” serunya demi melihat sesosok laki-laki yang tersungkur di hadapannya. Laki-laki itu meninggal dengan beberapa botol khamr yang sedang dipegangnya.
Bersama dua orang yang sedang bersamanya saat itu, ia mencoba bertanya pada orang-orang sekitar, siapa sosok yang meninggal itu?
Namun tak ada satu pun yang mau menjawab, semua memilih menghindar. Hingga ada seorang perempuan tua yang memberikan informasi singkat.
“Ia seorang peminum khamr dan sering pergi ke rumah pelacuran. Karenanya, tidak ada yang mau berurusan dengannya. Rumahnya di sana,” katanya sambil menunjuk sebuah rumah.
Mereka bertiga lalu membawa jenazah itu ke rumah yang ditunjuk. Seorang perempuan yang membukakan pintu menangis melihat jasad suaminya. “Aku istrinya,” katanya lirih.
Laki-laki itu lalu bertanya, “Apa yang dilakukan suamimu? Orang-orang tadi mengatakan kalau ia seorang pemabuk dan pezina. Apakah benar?”
“Itu tidak benar,” tukasnya cepat. “Suamiku setiap malam memang membawa pulang khamr. Namun itu tidak diminumnya. Sesampai di rumah, semua isi botol itu akan dibuangnya. Aku menyaksikannya sendiri,” lanjutnya.
Baca Juga: Memperbaiki Diri adalah Amalan Sepanjang Hayat
Amalan Tersembunyi Seorang Pemuda
View this post on Instagram
“Alhamdulillah, khamr-khamr ini telah kita beli, sehingga tidak ada lagi anak-anak muda yang bisa mabuk-mabukan malam ini,” begitu selalu katanya setelah membuang isi botol-botol khamr.
“Lalu ia juga memberi uang pada para pelacur supaya mereka tidak melakukan transaksi hari itu. Sehingga tidak ada lagi orang yang berzina.”
“Astaghfirullah. Tapi caranya itu mengundang fitnah baginya,” kata lelaki pembawa jenazah sambil beristighfar.
“Aku pun pernah mengatakan itu padanya, dan ia menjawab, ‘Aku berdoa semoga Allah membuat jasadku diurus Sultan dan para penasihatnya serta seluruh alim ulama.’”
Menitiklah air mata tiga orang pembawa jenazah itu. “Aku adalah Sultan dan dua orang ini penasihatku. Aku akan perintahkan para alim ulama untuk ikut menyolatinya.”
Sultan pembawa jenazah itu adalah Sultan Murad II, ayah Sultan Muhammad Al Fatih Sang Pembebas Konstantinopel.
Di hari-hari tertentu, ia menyamar menjadi rakyat biasa bersama penasihatnya untuk melihat kondisi langsung rakyatnya, sehingga paham apa yang menjadi hajat bersama.
Sultan Murad II tak kalah hebat dibanding putra tercintanya.
Ia seorang mujahid yang melapangkan jalan membuka Konstantinopel yang dilakukan di usia 18 tahun, lebih muda ketimbang Al Fatih saat mendapatkan kemenangannya.
Pemuda hebat akan meninggalkan jejak sejarah yang tak kalah hebat. Hari ini 28 Oktober, Selamat Hari Sumpah Pemuda.[ind]