Yuk, Belajar Meneladani Rasulullah saw. Oleh : Hamdi, S.Sos / penggiat Forum Akselerasi Masyarakat Madani Indonesia (FAMMI)
Chanelmuslim.com – Di antara aktivitas ibadah yang dianjurkan selama bulan Ramadhan selain tilawah Al-Qur’an, tarawih, qiyamullail, dan sedekah adalah mengkaji ilmu-ilmu keislaman. Salah satunya adalah mempelajari sirah (sejarah) Nabi Muhammad SAW. Lewat kajian sirah Nabi ini diharapkan akan muncul pemahaman yang benar tentang riwayat hidup beliau, semakin mencintai beliau dan berusaha semaksimal mungkin mengikuti (ittiba’) sunnah-sunnahnya.
Baca Juga: Uji Coba Pembelajaran Tatap Muka
Yuk, Belajar Meneladani Rasulullah saw.
Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul sekaligus menjadi uswah hasanah (suri teladan yang baik) bagi umatnya. Allah SWT berfirman : “Laqod kaana lakum fii rosuulillaahi uswatun hasanatun” yang artinya “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS Al-Ahzab : 21). Untuk bisa mencintai dan meneladani kehidupan Nabi Muhammad secara benar tentunya kita harus mempelajari serta mengkaji sepak terjang beliau semasa hidupnya. Seperti kata pepatah : “Tak Kenal Maka Tak Sayang.”
Salah satu misi kenabian Muhammad SAW adalah memperbaiki akhlak (umatnya). Beliau diturunkan menjadi Nabi dan Rasul di suatu tempat yang masyarakatnya mengalami degradasi akhlak (moral, susila) yang luar biasa. Masyarakat itu adalah kaum Quraisy di Mekkah. Mabuk-mabukan, berjudi, dan mengundi nasib adalah sebagian kerusakan akhlak tersebut. Karena kondisi moral yang demikian rusak, maka mereka disebut sebagai masyarakat jahiliyah. Mereka jahil (bodoh) dan jauh dari nilai-nilai ketauhidan.
Orang-orang Arab pada zaman jahiliyahnya, mereka adalah umat yang berselisih, terlantar, musyrik, paganis, saling berperang dan membunuh. Mereka bodoh, hidup seperti binatang. Beginilah kondisi umat kala itu, Mereka tidak punya sejarah, prinsip dan akhlak. Mereka seperti binatang, saling berperang hanya gara-gara urusan seekor kambing, saling memutuskan silaturrahim, sujud kepada berhala dan meyembah patung.
Ketika Rasulullah SAW diutus, beliau membebaskan mereka dan menjadikan mereka menjadi hamba Allah. Pernah, Rabi’ bin Amir berkata kepada Rustum panglima Persia, “Sesungguhnya Allah mengutus kami untuk mengeluarkan hamba dari penghambaan kepada hamba menuju penghambaan kepada Tuhannya hamba, dari sempitnya dunia menuju luasnya akhirat, dari kezaliman agama-agama menuju keadilan Islam.” (Rawa’i Sirah, Dr. ‘Aidh Al-Qarni, Al-I’tishom, 2014)
Untuk memperbaiki kebobrokan akhlak itulah Muhammad SAW diutus ke tanah Arab. Beliau bersabda, “innamaa bu’itstu li-utammima makaarimal akhlaaq.” Artinya, sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Allah pun memuji keluhuran akhlak beliau sebagaimana tergambar dalam QS Al-Qalam : 4 yang artinya, ”Sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur.”
Banyak kisah bertaburan tentang keluhuran akhlak Nabi Muhammad SAW. Dari Anas bin Malik ra. beliau berkata, “Seorang Arab Badui pernah memasuki masjid, lalu dia kencing di salah satu sisi masjid. Lalu para sahabat ketika itu meneriakinya dan berkeinginan untuk mencegahnya, namun Rasulullah SAW dengan penuh bijaksana bersabda, “Jangan kalian putuskan kencingnya!” Maka tatkala orang tersebut selesai dari kencingnya, Nabi menyuruh agar tempat yang terkena kencing air kencing itu disiram dengan seember air, lalu memanggil orang Badui tadi dan bersabda kepadanya, “Sesungguhnya masjid ini tidak layak untuk membuang kotoran di dalamnya, namun ia dipersiapkan untuk sholat dan membaca Al Qur’an dan dzikrullah.” (HR. Bukhari Muslim). Dalam riwayat Imam bin Hambal, orang Badui itu berkata : “Ya Allah, sayangilah saya dan Muhammad, dan janganlah engkau sayangi seorang pun.”
Pada perang Hunain, Fadhalah datang hendak membunuh Rasulullah SAW. Ia mendekati Rasulullah SAW. Ia berkata, “Ketika aku mendekati Rasulullah SAW, beliau menyimpan tangannya di dadaku. Demi Allah, dia tidak mengangkat tangannya hingga Allah tidak menciptakan sesuatu yang lebih aku cintai daripada dia.” Ia berkata lagi, “aku berkata, “Wahai Rasulullah, aku mohon ampun dan bertasbih kepada Allah.” Rasulullah SAW bertanya, “Wahai Fadhalah, apa yang menyebabkan kamu datang?” ia menjawab, “Aku datang untuk membunuhmu, wahai Rasulullah, tetapi aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan engkau adalah utusan Allah.” Rasulullah SAW terpelihara dengan penjagaan Zat Yang Mahatunggal, seorang pun tidak akan ada yang bisa mengalahkan-Nya. “Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.” (Al-Maidah : 67) (Rawa’i Sirah, Dr. ‘Aidh Al-Qarni)
Rasulullah SAW dihadapkan pada kepedihan, ketabahan, kesabaran, dan ujian agar menjadi teladan bagi manusia. Rasulullah SAW pernah patah gigi depannya, kepalanya terluka, terjatuh dari kudanya, kehormatan dan keluhurannya terlukai dan dihina, para sahabatnya dibunuh, dan menderita di perang Uhud. Namun, semua itu merupakan jalan untuk meninggikan kedudukan yang dipilih Allah untuknya. (Rawa’i Sirah, ‘Aidh Al-Qarni) Itulah gambaran sisi manusiawi seorang Muhammad SAW yang bisa mengalami peristiwa sebagaimana yang dialami seorang manusia biasa. (QS Al-Kahfi : 110)
Lalu, apa yang bisa kita teladani dari sosok manusia mulia penutup nabi dan rasul itu ? Ada enam aspek yang harus kita teladani dari Rasulullah SAW yang merupakan hak-hak beliau dari umatnya.
Pertama, mengamalkan sunnahnya, menjadikannya sebagai imam dan teladan dalam setiap amal ibadah, muamalah, jual-beli, akhlak, dan tingkah lakunya. Jadikanlah ia penyejuk mata, karena Allah telah meridhainya dan menjadikannya pemimpin dan teladan kita.
Kedua, mencintainya setelah cinta kepada Allah, jadikanlah ia orang yang lebih dicintai daripada diri, keluarga, anak, orang tua, dan manusia seluruhnya. Janganlah mendahulukan cinta kepada diri, anak-anak, ibu, istri, atau makhluk yang lain di atas cinta kepada Rasulullah SAW.
Ketiga, berhukumlah pada ucapannya, tunduk pada aturannya, dan menerima terhadap apa yang dibawa oleh syara’ dan kitab dan sunnah. Janganlah mendahulukan ucapan seseorang di atas ucapannya, setiap orang bisa diambil dan ditinggalkan ucapannya kecuali Rasulullah SAW.
Keempat, menyebarkan dakwah, sunnah, dan jalan hidupnya, berupa nasihat, fatwa, khutbah, pengajaran, dan karyanya. Membela agama, syariat, dan sunnahnya walaupun terasa menyakitkan. Ajaklah manusia kepadanya dengan hikmah, kelembutan, dan perdebatan yang baik, supaya menjadi penolong agamanya dan pengikut jalannya.
Kelima, tidak ghulu atau berlebihan dengannya. Sebagian orang pergi ke kuburannya. Berdoa minta kesembuhan dan kesehatan, atau supaya diangkat kesulitannya, atau menengadahkan tangannya untuk memohon rezeki dan pertolongan. Mereka lupa bahwa penolong, pemberi kesembuhan, kecukupan rezeki, dan yang memberi kekuatan hanya Allah yang Mahatunggal.
Keenam, tidak mengabaikan haknya. Apabila disebut namanya di majelis, bershalawatlah atas Rasulullah SAW. Shalawat dan salam tercurah kepadamu sepanjang siang dan malam, dan orang-orang yang yang membacanya dan yang lupa membacanya. (Rawa’i Sirah, Dr. ‘Aidh Al-Qarni).Semoga kita dijadikan sebagai pengikut Rasulullah SAW yang setia dan senantiasa mengamalkan ajaran dan sunnahnya. Aamiin. Wallahu a’lam bish-shawab.(Mh/Ipr)