ChanelMuslim.com- Setelah penurunan level PPKM, beberapa daerah kembali melakukan pembelajaran tatap muka atau PTM. Plus minus dari sebuah kebijakan memang selalu ada.
Salah satu daerah yang memulai uji coba PTM adalah DKI Jakarta. Sekitar enam ratusan sekolah berpartisipasi dalam PTM yang dimulai sejak sepekan terakhir pasca penurunan level PPKM.
Respon dari masyarakat beragam. Ada yang pro dan ada yang kontra. Hal tersebut boleh jadi sebagai sebuah kewajaran dalam masyarakat yang demokratis.
Yang pro menilai bahwa pembelajaran jarak jauh atau PJJ selama ini tidak lagi membuat siswa nyaman. Ada yang merasa bosan, tidak efektif alias pelajaran sulit dipahami, ada juga yang terkendala kuota internet. Sementara yang kontra, masih mengkhawatirkan terjadinya cluster baru di sekolah.
Untuk kota-kota besar seperti DKI Jakarta persoalan internet bukan pada kekuatan sinyal. Karena di kota-kota besar infrastruktur ini lumayan memadai. Persoalannya lebih pada biaya.
Namun di beberapa daerah seperti kawasan perbukitan dan pegunungan, persoalannya bertambah. Bukan hanya biaya, tapi juga kekuatan sinyal.
Jika DKI Jakarta menjadi tolak ukur, daerah sekitarnya seperti Kabupaten Bogor, sinyal sudah tidak lagi bisa ditangkap. Bayangkan jika PJJ dilakukan dengan aplikasi video langsung, tentu akan sulit dilakukan.
PTM memang menjadi pilihan ketika kondisi-kondisi tersebut sulit diatasi. Kalau kendala utama PTM adalah kekhawatiran sekolah menjadi cluster baru, maka penyiasatannya menjadi sangat urgen. Salah satunya dengan vaksin.
DKI Jakarta memang patut bersyukur karena ketersediaan vaksin sangat memadai. Tapi, tidak demikian dengan di daerah. Lagi-lagi keadilan sosial atau pemerataan menjadi catatan penting yang segera diatasi pemerintah.
Aturan-aturan lain ketika siswa di sekolah memang patut menjadi perhatian. Seperti protokol kesehatan dan sejenisnya. Tapi tetap saja, yang namanya interaksi siswa bisa terjadi formal dan juga informal. Yang informal itulah yang sulit dipantau guru dan sekolah.
Segala plus minus kebijakan PTM sepertinya akan menjadi hal biasa. Boleh jadi, ketika PTM bergulir, pengalaman-pengalaman di lapangan akan membekali langkah yang lebih baik.
Lebih baik mulai melangkah meski tersandung, daripada tetap diam karena tidak ingin jatuh. Pertaruhannya begitu besar. Yaitu, mutu satu generasi yang terancam anjlok karena dampak pandemi. [Mh]