IBNU Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitabnya ad-Da’u wa ad-Dawa’ mengatakan bahwa prasangka yang baik membawa dan membimbing manusia kepada amal shalih. Sebaliknya, prasangka yang menyeru kepada pelanggaran syariat Allah disebut tipuan.
Prasangka baik senantiasa memberikan harapan. Sebuah harapan yang menjadi petunjuk ke arah ketaatan dan mencegah dari maksiat. Inilah harapan yang benar.
Sedangkan harapan yang batil atau salah akan mengarahkan seseorang pada perilaku menyimpang. Orang yang mempunyai harapan seperti ini adalah orang yang tertipu.
Baca Juga: Ujian dan Prasangka dalam Rumah Tangga
Prasangka Baik akan Membimbing Manusia kepada Amal Shalih
Misalnya, seseorang mempunyai sebidang tanah. Ia mengharapkan hasil darinya, namun acuh tak acuh, malas mengolah dan menanaminya dengan bibit yang bagus. Orang lain pasti akan menganggapnya sebagai orang bodoh.
Demikian pula orang yang mempunyai prasangka baik bahwa ia akan pandai dan menjadi cendekiawan tanpa menuntut ilmu. Ini sama halnya dengan kebodohan seperti pada contoh sebelumnya.
Prasangka baik yang diikuti dengan harapan kuat untuk mendapatkan kesuksesan haruslah disertai
dengan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Karena itu, ia harus berpegang kepada perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya.
Mudah-mudahan Allah berkenan memberi kita taufik. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِينَ هَاجَرُوا۟ وَجَٰهَدُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أُو۟لَٰٓئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ ٱللَّهِ ۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Baqarah: 218)
Renungkanlah bagaimana Allah mewujudkan harapan hamba-hambaNya yang beriman.
Namun, orang yang tertipu seringkali mengatakan, “Sesungguhnya orang-orang yang melanggar hak Allah dan melalaikan kewajiban padaNya, yang menolak beribadah kepada-Nya dan berani melakukan sesuatu yang dilarang, mereka itulah orang-orang yang mempunyai harapan akan rahmat Allah.”
Seolah harapan akan lahir dari perilaku yang berlawanan dengan harapan itu sendiri. Padahal tentu tidak demikian.
Hakikat permasalahan ini adalah bahwa harapan dan prasangka baik hanya akan terjadi dengan sebab-sebab yang digariskan oleh kebijaksanaan Allah.
Tugas seorang hamba adalah melaksanakan lalu berprasangka baik kepada Tuhannya, memohon kepada-Nya agar tidak membiarkannya, menjadikan itu semua sebagai sarana menuju hal-hal yang bermanfaat dan menyingkirkan hal-hal yang menjadi penghalang.
[Ln]