ChanelMuslim.com – Islam di Indonesia dan di Amerika memiliki perbedaan yang cukup banyak. Akan tetapi, dari perbedaan inilah perbandingan bisa dilakukan untuk melihat bagaimana Islam di Indonesia dan Amerika.
Baca Juga: Islamophobia.io Situs Baru untuk Atasi Islamofobia
Perbedaan Islam di Indonesia dan Amerika
Dosen Religious Studies University of California, Riverside, Prof. Muhammad Ali M.Sc. Ph.D menyampaikan beberapa perbandingan, seperti jumlah penduduk Muslim, sistem negara yang dianut, agama-agama, aliran-aliran keagamaan yang ada di dua negara tersebut, dan sebagainya.
“Islam menjadi agama kedua secara jumlah setelah Kristen. Penganut Islam sekitar 1,7 milyar, sementara Kristen 2,3 atau 2,6 milyar. Di Indonesia, agama Islam secara jumlah sebesar 87% dari 270 juta.
Di Amerika, agama Islam secara jumlah sebesar 1,4% dari 330 juta. Dari sini, bisa dilihat bahwa perbandingan secara jumlah sangatlah besar,” kata Muhammad Ali.
Akan tetapi, sebenarnya kata mayoritas tidak bisa disematkan di Indonesia dan kata minoritas juga tidak bisa disematkan di Amerika karena dalam konstitusi tidak ada istilah mayoritas dan minoritas. Sebutan dua kata ini adalah hanya sebagai penyederhanaan agar bisa dipahami masyarakat umum.
Secara kemajemukan, Indonesia dan Amerika memiliki kemiripan. Namun, jenis kemajemukannya yang berbeda. Indonesia lebih banyak etnik/suku bangsanya, yaitu sekitar 300 lebih, sementara Amerika rasnya lebih banyak, seperti African-American, Asian, dan sebagainya sehingga di Amerika, banyak umat Islam yang berasal dari ras berbeda.
Rinciannya adalah umat Islam kulit hitam sebesar 25%, kulit putih 24%, Asia sebesar 18%, Arab 18%, campur 7%, Hispanik, yaitu keturunan Mesiko sebesar 5%, dan Native Born yang lahir di Amerika sebesar 50%. Sampai saat ini, pertumbuhan Islam masih berlangsung cukup pesat.
Secara aliran keagamaan, aliran keagamaan di Indonesia kebanyakan menganut Sunni, yaitu sebesar 95%, ada juga marjinal Syiah dan Ahmadiyah yang menjadi minoritas, sementara Hizbut Tahrir dilarang. Akan tetapi, di Amerika, Hizbut Tahrir, justru sangat aktif dalam melakukan kegiatan keagamaan.
“Hizbut Tahrir karena dianggap akan menggantikan Pancasila, maka dilarang di Indonesia. Kalau di Amerika, Hizbut Tahrir ada dan cukup aktif. Selain itu, Sunni dan Syiah juga cukup aktif, meskipun di Amerika, terutama generasi muda kebanyakan sudah tidak peduli terkait aliran-aliran tersebut. Mereka adalah Muslim yang tinggal di Amerika dan tidak ada hubungan dengan Sunni atau Syiah. Ini disebut non-denominational namanya,” ujar Ali.
Dari perbandingan tersebut, bisa dilihat bahwa betapa kompleksnya dan banyak dimensi yang bisa dibahas terkait Islam di Indonesia dan Amerika. [Cms]