PAHLAWAN hari Saqifah. Hati dan pikiran Usaid sudah dipenuhi keimanan yang kuat dan bercahaya. Keimanan yang memberinya sikap hati-hati, lembut dan penilaian yang tepat, sehingga ia menjadi orang yang dipercaya.
Dalam peperangan bani Musthaliq, dendam Abdullah bin Ubay (tokoh orang-orang munafik) meledak-ledak. la berkata kepada orang- orang yang ada di sekitarnya, “Kalian izinkan mereka tinggal di negeri kalian dan kalian berbagi harta kekayaan dengan mereka.
Demi Allah, jika kalian tidak lagi memberikan harta kekayaan kalian, mereka pasti akan meninggalkan negeri kalian. Demi Allah, jika kita kembali ke Madilüh, niscaya orang-orang mulia akan mengusir orang-orang yang hina dari kota itu.”
Baca Juga: Sa`d bin Ubadah dan Kaum Anshar Mempertanyakan Keadilan Rasulullah
Pahlawan Hari Saqifah
Seorang sahabat yang bernama Zaid bin Arqam mendengar kata-kata yang mengandung racun mematikan itu. Maka, sudah menjadi ‘kewajibannya untuk memberitahukannya kepada Rasulullah.
Rasulullah merasa sedih mendengar kata-kata Abdullah bin Ubay.
Ketika Usaid menghadapnya, beliau berkata kepadanya, “Apakah kamu sudah mendengar perkataan teman kalian?”
Usaid berkata, “Teman yang mana, ya Rasul?’ Rasul, “Abdullah bin Ubay.” Usaid, “Apa yang ia katakan?”
Rasul berkata, “Dia mengira, jika dia kembali ke kota Madinah, orang-orang mulia akan mengusir orang-orang hina dari kota Madinah.
“Usaid, “Demi Allah, engkaulah wahai Rasul, yang akan mengusirnya dari Madinah jika Allah nrnghendaki. Demi Allah, dialah yang hina dan engkaulah yang mulia.
Ya Rasulullah, kasihanilah dia. Demi Allah, ketika Allah membawamu kepada kami, kaumnya sedang menyiapkan mahkota untuk mengangkatnya sebagai raja di kota Madinah ini. Dia menganggap Islam telah merenggut kerajaannya.
Dengan cara berpikir mendalam, tenang dan jelas seperti ini, Usaid mencari solusi atas permasalahan yang ada.
Di hari Saqifah, tak lama setelah Rasulullah saw. wafat, sekelompok orang Anshar yang diketuai Sa’d bin Ubadah menyatakan bahwa merekalah yang lebih berhak menduduki kursi khilafah. Debat panjang dan panas tidak bisa dielakkan.
Lihatlah sikap Usaid. Seperti yang kita sebutkan, Usaid adalah tokoh kaum Anshar yang disegani. Sikapnya saat itu benar-benar menjadi penengah. Kata-kata yang keluar dari bibirnya bagai cahaya pagi yang jelas arahnya.
Usaid berdiri dan mulai bicara, “Kalian tahu bahwa Rasulullah berasal dari kaum Muhajirin. Karena itu, Khalifah yang menggantikannya juga semestinya dari kaum Muhajirin.
Kami kaum Anshar adalah para pembela Rasulullah. Karena itu, hari ini kami juga harus menjadi para pembela Khalifah yang menggantikan Rasulullah.”
Kata-katanya benar-benar membawa kesejukan dan kedamaian.
Usaid bin Hudhair adalah seorang ahli ibadah yang taat, yang mengorbankan jiwa dan hartanya di jalan kebaikan. la benar-benar mengingat pesan Rasulullah saw. kepada kaum Anshar,
“Bersabarlah kalian hingga kalian bertemu denganku di telaga surga (Haudh). ”
Ketaatan dan akhlaknya yang mulia membuat Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq sangat sayang dan menghormatinya. Begitu juga Khalifah Umar dan para sahabat yang lain.
Mendengar suaranya ketika sedang membaca Alquran adalah nikmat tersendiri yang diidamkan oleh para sahabat.
Suarannya khusyu’, indah dan menerangi jiwa. Rasulullah pernah bercerita bahwa di suatu malam para malaikat turun untuk mendengar bacaannya.
Di bulan Sya’ban tahun 20 Hijriah, Usaid meninggal dunia. Khalifah Umar ikut memikul jenazahnya, dan tidak mau digantikan orang lain. la dimakamkan di pemakaman Baqi’. Di sinilah jasad tokoh agung ini beristirahat.
Para pengantar pun meninggalkan pemakaman sambil mengingat-ingat sifat-sifat baiknya. Mereka mengulang-ulang sabda Rasulullah,
“Sebaik-baik laki-laki adalah Usaid bin Hudhair.” [Cms]
Sumber : Biografi 60 Sahabat Nabi, Penerbit Al Itishom