ChanelMuslim.com – Ngaji Tanpa Arah
Disarikan dari kajian Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA
(Masjid Cipaganti Bandung pada Minggu, 19 Maret 2017)
Ada dua bentuk ngaji tanpa arah:
1. Level Orang Awam
Ngaji yang tidak selektif. Asal ada pengajian, hadir. Tanpa mencari tahu tentang pemahaman, penguasaan ilmu, dan latar belakang dari pemateri/ustadz. Akhirnya menjadi bingung karena ilmu yang masuk menjadi bermacam-macam dan saling bertentangan.
Para ulama terdahulu semisal Ibnu Sirin -rahimahullah mengatakan: Ilmu itu agama, maka lihat dari mana kalian mengambil agama kalian.
Baca Juga: Guru Ngaji Berhak Mendapat Zakat
Ngaji Tanpa Arah
2. Level Orang Yang Sudah Lama Ngaji
Ciri yang pertama: Ngaji tidak pakai skala prioritas.
Pada dasarnya semua ilmu agama itu penting. Tapi tetap ada urutannya. Jangan ngaji materi yang kalah penting dan malah meninggalkan yang lebih penting.
Dari sahabat Jundub bin Abdullah -radhiyallahu ‘anhu- , beliau bercerita:
“Ketika kami masih kecil dulu, bersama Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-, kami belajar iman terlebih dahulu sebelum belajar Al Quran. Kemudian setelah itu kami belajar Al Quran, maka iman kami bertambah.
Adapun kalian pada hari ini belajar Al Quran terlebih dahulu sebelum belajar tentang iman.”
Faidahnya: Belajar dulu tentang aqidah, tauhid, rukun iman. Itu yang paling pertama dan utama.
Ciri yang Kedua: Ngajinya tidak sistematis
Maksudnya adalah dari ilmu yang paling dasar. Selain itu harus dengan guru yang mumpuni ilmunya dan sebagai murid harus sabar jangan ingin cepat-cepat. Karena belajar secara sistematis itu butuh waktu lama.
Jika ingin belajar sekali langsung banyak, maka akan langsung hilang banyak juga.
Makanya, ngaji rutin lebih baik daripada insidental/tematik seperti kajian seperti ini.
Bahkan sekarang populer istilah ngaji kuliner -> Ngicip-ngici kajian, yang ini enak, yang itu gak enak.
Padahal yang penting substansi (isi), bukan kemasan.
Keuntungan Ngaji Sistematis:
1. Ilmunya Matang
Al Ustadz memberi contoh pertanyaan: “Apakah orang lupa takbiratul ihram shalatnya sah?”, ternyata di antara hadirin jawabannya masih berbeda-beda.
Menunjukkan bahwa untuk hal yang sangat dasar saja mereka belum matang.
2. Tidak mudah terombang ambing di masa fitnah.
Misalnya ada pemberontakan kepada pemerintah yang sah walaupun zhalim, orang yang ngajinya sistematis tidak akan mudah terbawa.
3. Lebih cepat mengantarkan pada tujuan, yaitu surga
Sumber : Akun Facebook Ristian Ragil Putradianto
(jwt)