JANGAN jadi mubazir berjamah dengan membuang makanan di piring kita. Tulisan ini ditulis berdasarkan data The Economist Intelligence Unit yang menempatkan Indonesia penghasil sampah makanan kedua terbesar di dunia.
Posisi Indonesia dalam food loss and waste tersebut diapit oleh Arab Saudi di peringkat pertama dan Amerika Serikat pada peringkat ketiga.
Kerugian ekonomi Indonesia akibat mubazir pangan adalah sebesar 4-5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) nasional atau setara dengan Rp 213-551 triliun per tahun. [Kumparan, 12/10]
Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti dalam akun IG-nya @uttiek.herlambang, pada (27/10) menulis bahwa data ini sungguh ironis.
Di tengah banyaknya masyarakat yang kelaparan, ternyata di antara kita ada yang menjadi penyumbang sampah makanan yang nilainya mencapai Rp551 triliun/tahun.
Semisal sebungkus nasi harganya Rp10 ribu (untuk memudahkan perhitungan), maka nilai makanan yang terbuang itu setara dengan 55,1 miliar bungkus makanan!
Jika nasi bungkus sebanyak itu dibagikan pada 210 juta rakyat Indonesia, maka masing-masing akan dapat jatah 263 bungkus. Kalau sehari 3 bungkus, maka selama 87 hari alias hampir 3 bulan, bisa makan gratis.
MasyaAllah. Fantastis ya ternyata angka dari sampah makanan yang terbuang selama ini.
Baca Juga: 4 Langkah Teknis Antisipasi Krisis Pangan Menurut Ustaz Bachtiar Nasir
Mubazir Berjamaah
View this post on Instagram
Islam telah memberikan aturan yang sangat indah terkait makan, “Makanlah sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang.”
Karena menurut Imam Syafii, kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur dan lemah untuk beribadah.
Para alim terdahulu “akrab” dengan rasa lapar. Sebagaimana kisah yang dialami Imam al-Hafizh Abu Ali al-Hasan bin Ali al-Balakhi al-Wakhsyi.
Dalam perjalanannya ke Asqalan, Palestine, untuk belajar ilmu hadist, ia kehabisan bekal. Berhari-hari menahan lapar hingga tak sanggup lagi untuk berpikir.
Lalu terbersit dalam benaknya untuk membawa kitab yang disalinnya ke depan toko roti. Ia duduk di tempat itu, belajar sambil mencium wangi aroma roti yang baru keluar dari panggangan.
Begitu terus setiap hari, hingga ia menyelesaikan pelajarannya dan kembali ke desanya di Wakhsyi yang kini masuk wilayah Afghanistan.
Yuk, mulai sekarang sediakan makanan secukupnya di rumah. Jangan menjadi bagian dari mubazir berjamaah.[ind]