MEREKA yang tak menyerah. “Berapapun harga yang harus kami bayarkan. Setelah pemakaman ini, saya akan kembali on air. Saya akan terus menyuarakan kebenaran.”
Dengan suara tegar namun menyiratkan duka yang mendalam, Wael Al-Dahdouh, kepala biro Aljazeera Arab di Gaza mengungkapkan perasaannya pada media.
Hari itu, ia mengimami shalat jenazah dan menguburkan dengan tangannya sendiri, istrinya, putranya yang bernama Mahmoud (15) dan putrinya yang bernama Sham (7), serta cucunya.
Sementara anggota keluarga lainnya dilaporkan masih tertimbun di bawah reruntuhan rumah yang dijadikan tempat pengungsian di kamp Nuseirat di Gaza tengah.
Innalillahi wa innailaihi rojiun.
baca juga: Kisah Jameel dan Almond Bagikan Air Gratis untuk Tetangga di Gaza
Mereka yang Tak Menyerah
Ketegaran dan ketabahan jurnalis senior itu menggetarkan siapa saja. Hanya selang beberapa saat setelah prosesi pemakaman, ia kembali melakukan tugas jurnalistiknya, mengabarkan pada dunia kebiadaban seperti apa yang tengah terjadi di negerinya.
Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti menulis, di Palestina, kita melihat manusia-manusia luar biasa.
Tak hanya jurnalis Wael Al-Dahdouh, namun juga para dokter yang setiap hari harus menempuh jarak belasan kilometer mencapai rumah sakit tempatnya bertugas.
Seperti dr. Abdullah yang setiap pagi harus mengayuh sepeda sejauh 15 km ke rumah sakit. Blokade bahan bakar membuat bahan bakar yang ada diprioritaskan untuk ambulance dan penerangan rumah sakit.
Perjalanan yang jauh itu bukan tanpa risiko. Kapanpun ia bisa terjebak serangan z*o*is. Apalagi, dokter termasuk orang-orang yang “diincar” untuk dibunuh.
Kabar baik lainnya, di saat dunia bungkam dengan segala kekejian yang dipertontonkan di depan mata, masih ada beberapa kepala negara yang berani bersuara lantang.
Seperti yang terlihat di Stadion Axiata Arena, Bukit Jalil, Kuala Lumpur. Enam belas ribu warga termasuk Perdana Menteri Anwar Ibrahim menyuarakan keberpihakannya.
“Jangan pernah mengancam kami. Kami yang memutuskan mana yang benar, mana yang salah. Kami bersama rakyat Palestina dan perjuangan mereka, kemarin, hari ini dan selamanya. InsyaAllah.”
View this post on Instagram
Suara lantang juga diteriakkan Presiden Recep Tayyip Erdoğan dari Turkiye, “Now I address Israel and the rest of the world from here. They (western countries) keep holding meetings, the whole west sees H*m*s as terr—- organisation. Now I am calling out from here: O Israel, the West owes you a lot, but Türkiye does not owe you anything.”
Tak hanya pemimpin Muslim, Presiden Kolombia Gustavo Petro pun melakukan hal yang sama, “Kami akan mengantar pesawat membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza, setelah koridor kemanusiaan dibuka,” tegasnya.
Petro mengancam akan memutuskan hubungan dengan Israel, dan samasekali tidak mendukung penindasan terhadap Palestina, apapun alasannya.
Kementerian Luar Negeri Kolombia juga menuntut duta besar Israel meminta maaf lalu meninggalkan negaranya, setelah mengkritik Presiden Petro karena dukungannya pada Palestina.
Jangan pernah menyerah meski terasa lelah. Asa itu selalu ada. Akhir kisah ini seterang matahari yang bersinar esok hari. Palestine akan merdeka. Masjid Al Aqsha akan kembali mulia. Islam kembali berjaya.
Biidznillah. Jangan lupa baca qunut nazilah untuk menguatkan hati saudara-saudara kita di Palestina.[ind]