DALAM sebuah hadis dijelaskan, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjilati atau membersihkan jari-jemari yang beliau pakai untuk makan dengan lidahnya selesai makan.
“Dan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, ‘Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, apabila selesai makan, beliau menjilati tiga jarinya. Dan beliau memerintahkan kami agar membersihkan bekas makanan’.” (HR. Muslim)
Kemudian beliau juga memerintahkan agar membersihkan bekas tempat makan yang dipakai makan. Sekiranya kita makan dengan memakai piring, maka piring itulah yang kita bersihkan.
Dan maksud membersihkan piring di sini, dengan membersihkan jari-jari, yaitu dengan menjilatinya. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadist Jabir bin Abdillah Radhiyallahu Anhuma,
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk menjilati jari-jemari dan tempat makan. Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya kalian tidak tahu, di manakah berkah makanan kalian’.” (HR. Muslim)
Dr. Musthafa Said berkata, “Hadis ini mengandung istihbab menjilati bekas makanan yang masih sisa atau menempel di jari-jemari dan tempat makanan.
Hikmahnya adalah untuk mencari barakah makanan dan menghindari sikap meremehkan nikmat Allah subhanahu wa ta’ala yang dikaruniakan kepada kita melalui makanan tersebut.”
Selain itu, sudah seyogyanya jika kita mengikuti dan mencontoh apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Bahkan, karena pentingnya makna barakah ini, Nabi melarang kita membersihkan tangan, baik dengan air ataupun sapu tangan, sebelum menjilati terlebih dahulu bekas makanan yang masih tersisa di jari-jemari.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang kalian makan sesuatu makanan, maka janganlah ia membasuh jari-jemarinya sebelum menjilatinya atau dijilati orang lain.” (Muttafaq Alaih)
Terkadang kita berpikir, bahwa menjilati sisa-sisa makanan adalah perbuatan yang kurang sopan bahkan terkesan menjijikan. Memang secara sepintas demikian.
Namun, banyak sekali hal-hal tertentu dalam agama ini yang terkadang menuntut kita harus melaksanakannya tanpa reserve. Seperti masalah mencium hajar aswad, berwudhu jika membuang angin, dan membasuh bagian atas khuf (semacam sepatu semi kaus kaki), misalnya.
Meskipun sebenarnya jika kita mau merenung lebih lama, niscaya akan kita dapati hikmahnya di balik itu.
Demikian pula halnya dengan masalah menjilati jari-jemari dan tempat makan setelah makan. Ada beberapa ibrah yang bisa kita ambil.
Pertama, tentu saja ini merupakan test case bagi seorang muslim untuk mengikuti Nabinya. Kedua, kita tidak tahu barakah makanan ada di mana. Sehingga siapa tahu barakahnya ada pada sisa-sisa makanan di jari-jemari dan tempat bekas kita makan.
Ketiga, agar umat Islam menghindari pemubadziran makanan. Keempat, Islam senantiasa mengajarkan kebersihan, termasuk dalam hal membersihkan sisa-sisa makanan sendok, maka dan seterusnya.
Adapun jika seseorang makannya memakai sendok, maja sendok itulah yang dia bersihkan dengan lidahnya.
Sumber: 165 Kebiasaan Nabi, Abduh Zulfidar Akaha, Pustaka Al-Kautsar