ChanelMuslim.com – Menjaga kebahagiaan di tengah musibah ini ditulis oleh Ustaz Umar Hidayat, M.Ag. “Menangislah bila itu membuatmu bahagia. Sebab bahagia itu lebih penting dari menangis.”
Hasil penelitian medis, seseorang yang terus berpikir positif (husnudzan) dan selalu bahagia (sa’adah) akan cenderung memiliki kondisi tubuh yang lebih sehat dan mempengaruhi lingkungan menjadi lebih baik.
Sementara orang yang lebih sering menggerutu, mengeluh, baperan cenderung lebih sering mengalami sakit.
Sesungguhnya, banyak faktor yang dapat memengaruhi kebahagiaan seseorang, mulai dari suasana hati, pekerjaan, pasangan, teman, suasana, lingkungan sekitarnya dan ibadahnya.
Tinggal dari faktor mana yang paling dominan dan saling mempengaruhi yang menjadi sebab kebahagiaan seseorang.
Bahkan anehnya, tangispun bisa menjadi latar bagi kebahagiaan seseorang. Hampir kita tidak percaya, tetapi fakta membuktikan.
Misalnya, fenomena Ahad pagi yang biasa terjadi di Kota Surat di India bagian Barat.
Orang dari segala usia berkumpul di sebuah aula, mereka menghadiri pertemuan bulanan di satu-satunya “klub menangis sehat” di India. Klub itu baru berdiri di tahun 2017. Pendirinya, Kamlesh Masalawala.
Baginya, memahami nilai sebuah air mata akan melahirkan kebahagiaan. Jadi orang datang lalu nangis bareng-bareng di sana, dan setelahnya mereka lega dan bahagia.
“Emosi kita bisa saja ditekan- duka, kesedihan, frustasi, dan kebencian – dan menipu dunia. Tetapi emosi tersebut bisa membuat kita susah tidur di malam hari. Menangis punya efek kuat untuk menghilangkan semua emosi negatif dan membuat perasaan lebih ringan,” katanya.
Karenanya yang tersisa hanya emosi positif dan kelegaan. Keduanya diyakini menjadi media yang efektif mendatangkan kebahagiaan.
Baca Juga: Mengantri Kebahagiaan
Menjaga Kebahagiaan di Tengah Musibah
Bagaimana kebahagiaan bagi seorang Muslim? Kebahagiaan bagi seorang Muslim juga menjadi salah satu tujuan hidup yang terus dicari.
Hanya saja, cara dan ukurannya yang mungkin berbeda. Kebahagiaan hakiki hanyalah di akhirat, maka sebagai orang yang beriman, tidak akan menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya.
Ia berpikir bahwa hidup akan kekal di akhirat dan dunia hanyalah sementara. Kalau orientasi kebahagiaan di akhirat, maka Allah juga pasti akan memberikan sarana kebahagiaan dunia untuk menuju kebahagiaan di akhirat (QS. Asy-Syura ayat 20). Yakinlah.
Alquran mengungkapkan kebahagiaan dengan kalimat ḥayātan thayyibah (kehidupan yang baik),
QS. An-Nahl [16]:97.[1] lā yaḍillu walā yasyqā (tidak akan sesat dan tidak akan celaka),
QS Thaa-Haa [20]: 123.[2] farihīna (mereka bergembira), QS Āli-Imrah [03]: 170.[3] yastabsyirūna , QS Āli-Imrah [03]: 170.
[4] sa’īd, QS Hud [11]: 105-108.[5] syifāun limā fī shudūr (penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada) QS Yunus [10]: 57.[6]
Sementara itu, Dr. Abdurrahman bin Mu’allā al-Lawaihiq, menarik kesimpulan makna kebahagiaan merupakan ketenangan jiwa, tuma`nīnah hati, kelapangan hati, yang dihasilkan dari istiqāmahnya ‘amaliyah zhāhiriyah dan bāṭiniyyah yang didukung kekuatan iman.
Jika kebahagiaan itu ukurannya harta dunia, Nabi telah memberikan alat ukurnya; “Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia).
Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sungguh kebahagiaan tidak bisa semata-mata diukur dengan materi. Bilal bin Rabah merasa bahagia dapat mempertahankan keimanannya meskipun dalam kondisi disiksa.
Imam Abu Hanifah merasa bahagia meskipun harus dijebloskan ke penjara dan dicambuk setiap hari karena menolak diangkat menjadi hakim negara.
Karenanya, kebahagiaan yang sifatnya batin jauh lebih penting dari kebahagiaan yang sifatnya lahir.
Dan kebahagiaan batin yang paling utama mempengaruhi seluruh gerak gerik kehidupan kita adalah ibadah, kedekatan kita kepada Allah.
Pada musim pandemi covid 19 ini, kebahagiaan menjadi penting untuk meningkatkan imunitas dan murah biayanya ketimbang mengobatinya. Iman (nitas) dan imun (nitas) akhirnya berpadu melawan covid 19.
Ingatlah Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam,
“Urusan seorang Mukmin adalah mengagumkan, semuanya baik-baik saja; jika ia mendapatkan nikmat bersyukur, maka itu baik-baik saja. Dan jika ia ditimpa musibah ia bersabar, maka itu baik-baik saja.” (HR Muslim)
Ketika kita bahagia kita akan merasakan rileks, tenang, nyaman, terasa baik, nikmat, ada rasa lapang dada, rasa cukup di hati, dan optimis karena lillah… Mari kita bahagia dengan menjaga iman dan menjaga imun kita.[ind/manis.id]