MENGHADIRKAN kehidupan akhirat di dalam hati perlu perenungan yang mendalam. Jika sekedar mendengarkan maka sulit untuk masuk kedalam hati. Ibnu Qoyyim al-Juziyyah mengatakan bahwa hal ini membutuhkan sebuah proses berpikir, dimana menghasilkan ilmu ketiga dari proses tersebut.
Maksudnya, saat kita berpikir ada dua pengetahuan yang telah kita miliki. Sebagai contoh, pengetahuan pertama yaitu tentang kehidupan, kenikmatan, cacat, dan kefanaan dunia di hati. Pengetahuan kedua adalah tentang kenikmatan dan keabadian akhirat serta kelebihannya atas kenikmatan dunia.
Baca Juga: Setiap Kedzaliman Akan Terbalaskan 7 Kali Lipat Di Akhirat
Menghadirkan Akhirat di Dalam Hati
Dua pengetahuan ini diyakini dengan pasti tanpa keraguan. Dari sinilah menghadirkan pengetahuan ketiga yaitu bahwa akhirat, dengan kenikmatan yang kekal, lebih utama daripada kehidupan dunia yang fana.
Tanpa menghadirkan akhirat di dalam hati, maka hal itu hanya dianggap sebagai khayalan. Seseorang akan lebih mengutamakan kehidupan dunia yang fana ini karena dianggap lebih pasti karena ia merasakannya secara langsung, sedangkan akhirat adalah sesuatu yang belum pasti bahkan dianggap sebagai khayalan.
Ibarat seseorang yang lebih takut kehilangan satu butir jagung daripada berlian yang belum tentu ada.
Oleh karena itu kesadaran atas kehidupan akhirat tidak bisa hanya mengadalkan pancara indera, namun perlu perenungan tentang hakikatnya.
Ada setidaknya empat hal yang perlu menjadi bahan perenungan seseorang tentang kehidupan akhirat.
Yang pertama adalah pengetahuan tentang hakikat kehidupan akhirat itu sendiri. Kedua, perilaku-perilaku yang dapat mendekatkan kita pada kehidupan akhirat. Yang ketiga, hal-hal yang menjauhkan kita dari kehidupan di akhirat. Dan yang keempat, perilaku-perilaku apa saja yang dapat menjauhkan kita dari kehidupan akhirat.
Jika keempat bahan perenungan ini dipahami dengan baik, maka kita telah mendapatkan ilmu. Dan ilmu akan menghadirkan keinginan, kemudian menjadi sebuah amalan.
Ilmu-ilmu ini didapatkan melalui tafakkur yaitu memperbanyak ilmu dan mencari apa yang belum ada di dalam hati. Tafakkur juga perlu dibarengi dengan tadzakkur yaitu menjaga ilmu dengan terus mengulang-ulangi agar selalu ingat.
Oleh karena itu penting sekali menghadirkan kehidupan akhirat di hati kita melalui kerja-kerja akal yang menghasilkan sebuah ilmu. Tanpa ilmu maka kita tidak paham sejauh mana kehidupan akhirat ini berpengaruh pada segala aktivitas kita.
Sebagai contoh, tanpa kesadaran akan kehidupan akhirat, maka segala usaha yang bersifat duniawi akan dilakukan demi memuaskan ego diri sendiri, tidak merenungkan secara mendalam manfaat dan dampaknya untuk keimanan. [Ln]