SEORANG ustadz ditanya oleh muridnya, “Ustadz, mengapa saya tidak merasakan kebahagiaan setelah melakukan ibadah?”
Ustadznya menjawab: “Ada lima penyebabnya.
Pertama, ibadahmu kurang khusyuk, maka tingkatkan kekhusyukanmu dalam ibadah, niscaya hatimu menjadi tenang (bahagia).
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam sholatnya.” (Qs. Al Mu’minun ayat 1-2).
Kedua, Allah sedang mengujimu agar bersabar dalam ketaatan.
Sebab sabar itu tidak hanya dalam musibah dan dalam menahan diri dari maksiat, tapi juga bersabar dalam ketaatan ibadah.
Jika kita bersabar, niscaya lama kelamaan kita akan merasakan buahnya, yakni kebahagiaan hati.
“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Qs. Hud ayat115).
Ketiga, engkau masih melakukan maksiat yang membuatmu gelisah dan tidak tenang.
Ibadah apa pun tapi masih diiringi kemaksiatan akan sulit membuat hatimu tenang dan bahagia.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Apalagi jika maksiat yang dilakukannya adalah dosa-dosa besar.
Sebab semakin kotor hati, semakin sulit membersihkannya.
Dibutuhkan jihadun nafs berupa kesungguhan meninggalkan kemaksiatan jika hati ingin tenang.
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka” (Qs. Al Muthoffifin ayat 14).
Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dosa di atas tumpukan dosa sehingga bisa membuat hati itu gelap dan lama kelamaan pun mati.”
Keempat, mungkin kamu masih menyimpan dendam dan sakit hati kepada orang lain, bahkan untuk waktu yang lama.
Jika hatimu dipenuhi oleh rasa sakit hati, bagaimana bahagia bisa masuk ke dalam hatimu?
Kosongkan hatimu dari sakit hati dan dendam dengan memaafkan, lapang dada dan mengikhlaskan.
Mengapa Ibadahku Belum Membat Hatiku Bahagia?
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.” (Qs. As Syuro ayat 42).
Kelima, mungkin kamu salah kaprah dengan apa yang dimaksud kebahagiaan (ketenangan hati).
Kita menganggap hati yang bahagia itu seperti penampilan para pertapa yang diam dan hening di film-film.
Atau seperti orang yang sedang trance (tenggelam dalam keasyikan) seakan sedang terbang mengangkasa.
Atau ketika seseorang punya harta yang banyak, tenar dan berpangkat.
Padahal masih diberi kesehatan, masih diberi lingkungan yang baik, punya pasangan yang baik, anak-anak yang sholih, masih bisa bekerja, bisa istirahat di tempat yang nyaman itu juga contoh dari ketenangan hati.
Bukankah jika semua itu dicabut maka hati kita menjadi tidak bahagia?
Jadi mungkin saja hati kamu sekarang sudah bahagia, tapi kamu terpengaruh dengan gambaran kebahagiaan yang semu seperti yang engkau lihat pada medsos, cerita sinetron atau film yang tidak Islami.
Padahal kebahagiaan itu bisa beragam bentuknya.
Baca juga: Istri Shalihah Menjaga Ibadah dan Kehormatan
Bahkan di medan perang pun hati bisa bahagia, karena tergantung hanya kepada Allah.
Ingatlah, kebahagiaan itu pasti bermuara kepada semangat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (Qs. Ar-Ra’d ayat 28).
Imam ibnu Katsir mengatakan, yang dimaksud ayat tersebut adalah hati yang bahagia dan tenang berada di sisi Allah, merasa tenteram dengan mengingat-Nya, dan rela menjadikan Allah sebagai Pelindung dan Penolong(nya).
Oleh sebab itu, silakan cek dari lima hal tersebut mana yang membuat ibadahmu belum mampu membuat hatimu bahagia,” jawab ustadz tersebut kepada muridnya sambil tersenyum.[Sdz]
Sumber: Serambi Ilmu dan Faidah