KETIKA pemimpin menolak dengan tegas. Wakil Ketua Umum MUI sekaligus Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, menyatakan menolak kedatangan utusan khusus Amerika Serikat untuk memajukan hak asasi manusia (HAM) LGBTQI+, Jesica Stren.
Ini karena kedatangannya diartikan sebagai usaha untuk merusak nilai luhur budaya dan agama bangsa Indonesia.
“Sehubungan dengan akan datangnya Jessica Stern utusan Khusus Amerika Serikat untuk memajukan hak asasi manusia (HAM) LG***** tanggal 7-9 Desember ke Indonesia, maka MUI menyatakan menolak dengan tegas kehadiran dari utusan khusus tersebut,” kata Anwar Abbas, di Jakarta. [Republika, 1/12].
Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti dalam akun IG-nya @uttiek.herlambang menulis bahwa gerilya yang mereka lakukan sungguh luar biasa. Segala cara dicoba.
Semua pemangku kepentingan dilobi untuk mengegolkan agendanya.
Menolak utusan yang membawa agenda kerusakan bukan hal baru dalam sejarah Islam.
Yang paling masyhur adalah keteguhan sikap Sultan Abdul Hamid II dari Daulah Utsmani yang menolak utusan Yahudi di awal berdirinya z*o*is.
Tersebutlah pendiri z*o*is, Theodore Herzl, berulang ia melakukan upaya untuk menemui Sultan Abdul Hamid II dari Daulah Utsmani.
Pada 1892 ia mengajukan permohonan untuk sekelompok Yahudi Rusia yang mengajukan izin tinggal di wilayah Palestina. Permintaan itu ditolak sultan mentah-mentah.
Tak putus asa, tahun 1896 ia kembali mengajukan permohonan, kali ini untuk mendirikan sebuah gedung di Al Quds dengan iming-iming uang dalam jumlah yang sangat besar.
Sultan menjawab dengan tegas, “Daulah Usmani ini milik rakyatnya. Mereka tidak akan menyetujui permintaan itu. Simpanlah uang kalian, kami tidak membutuhkannya.”
Karena gerilya mereka yang begitu massif, tahun 1900 Sultan Abdul Hamid II mengeluarkan keputusan pelarangan rombongan peziarah Yahudi di Palestina untuk tinggal lebih dari tiga bulan.
Paspor mereka harus diserahkan kepada petugas kekhalifahan.
Tahun 1901 Sultan mengeluarkan keputusan mengharamkan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina.
Baca Juga: Karena Harta, Ibu ini Memilih Kaum LGBT daripada Seorang Nabi
Ketika Pemimpin Menolak dengan Tegas
View this post on Instagram
Bukannya jera, bahkan tanpa punya malu, tahun 1902 Herzl kembali memohon untuk menghadap sultan. Kali ini ia menawarkan sogokan yang nilainya fantastis.
Uang sebesar 150 juta poundsterling untuk sultan pribadi, membayar semua utang Daulah Utsmani yang mencapai 33 juta poundsterling, membangunkan kapal induk dengan biaya 120 juta frank, memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga, dan membangun Universitas Utsmaniyyah di Palestina.
Jangankan tergiur, sultan bahkan tidak mau menemuinya dan hanya mewakilkan pada Perdana Menteri Tahsin Basya.
Pesannya, “Aku tidak akan melepas walau sejengkal tanah Palestine ini, karena ini bukan milikku. Ini milik umat Islam.”
Tidakkah kita melihat semangat gerilya para pendiri z*o*is itu mirip dengan kegigihan kaum pelangi hari ini?
Hari ini, 1 Desember, diperingati sebagai Hari AIDS sedunia. Harusnya penyakit ini membuka mata kita. Dari Piala Dunia Qatar 2022 kita belajar. Sikap tegas yang tak bisa ditawar, akan membuat usaha mereka sia-sia.[ind]