ChanelMuslim.com – Kemenangan dan kekalahan ada masanya. Bangsa yang kuat tidak akan selalu terus-terusan menang. Begitu juga sebaliknya. Bangsa yang dianggap lemah tidak akan selalu terus-terusan kalah. Semua ada masa dan gilirannya masing-masing.
Baca Juga: Lambaian Api Kemenangan yang Terpancar dari Batu Besar
Kemenangan dan Kekalahan Ada Masanya
Kita bisa belajar dari jatuh bangunnya Kekhalifahan Utsmaniyah. Dikutip dari channel telegram Generasi Shalahuddin @gensaladin, kita banyak menzalimi Kekhalifahan Utsmaniyah, sebab kita tidak mendudukkan mereka di tempat yang tepat.
Kita hanya mengenal mereka apa adanya, biasa saja, dan tak punya kontribusi banyak bagi Islam.
Itu salah. Karena Kekhalifahan Utsmaniyah lah yang melayani Kaum Muslimin sepanjang 5 abad lamanya, menjaga batas-batas negeri muslim dan menjadi patriot yang legendaris.
Kekhalifahan Utsmaniyah mencapai puncak paling hebatnya di masa kepemimpinan Sultan Suleiman Al Qanuni.
Pemerintahannya sejak tahun 1520-1566, adalah masa di mana Kaum Muslimin sangat berizzah, superpower dan disegani oleh dunia.
Banyak negara-negara Eropa tunduk patuh pada Utsmaniyah, sebagaimana mereka juga menganggap bahwa Kekhalifahan Utsmaniyah adalah polisi internasional penjaga dunia.
Eropa Timur beliau buka dengan gagahnya. Laut Tengah beliau arungi dengan megahnya. Pasukan Salib dibuat gemetar hingga saling meminta tolong pada teman-temannya demi berlindung dari ekspansi dakwah Sultan Suleiman Al Qanuni.
Namun, ada masanya juga ketika Kekhalifahan Utsmaniyah mulai turun marwahnya.
Negara sebesar itu dengan wilayah yang berada meliputi Eropa, Asia dan Afrika nampaknya akan sulit diruntuhkan. Namun, Allah sudah menghendaki dalam sunnah-Nya, bahwa kemenangan dan kekalahan dipergilirkan.
Akhir abad ke-17, tepatnya tahun 1699, Kaum Muslimin Kekhalifahan Utsmaniyah mengalami kekalahan bertubi-tubi di Eropa dan banyak samudera. Seluruh negara Eropa bersatu padu membentuk “Holy League” koalisi besar yang bersama-sama memukul Kekhalifahan Utsmaniyah di segala medan tempur.
Tahun itu, Kekhalifahan Utsmaniyah terpaksa menandatangani perjanjian Karlowitz.
Perjanjian ini terjadi antara Kekhalifahan Utsmaniyah sebagai pihak pertama, dan Belanda, Inggris, Jerman, Polandia, Hongaria, Republik Venesia dan Negara Kepausan Italia sebagai pihak kedua.
Isinya adalah untuk pertama kalinya, Kekhalifahan Utsmaniyah kehilangan tanahnya di Eropa Timur dan dibagi-bagi pada kerajaan Eropa. Hal ini terjadi karena kekalahan Utsmaniyah di Pertempuran Zenta.
Hongaria mengambil alih wilayah Eğri, Varat , sebagian besar Budin, bagian utara Temeşvar dan sebagian Bosnia dari Utsmaniyah. Sedangkan Kerajaan Transylvania tunduk pada aturan langsung gubernur Austria, bukan lagi pada Kekhalifahan Utsmaniyah.
Polandia mengambil alih daerah Podolia, termasuk benteng yang dibongkar di Kamaniçe. Musuh besar Utsmaniyah, Republik Venesia, memperoleh sebagian besar Dalmatia bersama dengan semenanjung Peloponnese Yunani selatan.
Utsmaniyah hanya bisa mempertahankan Beograd, Temesvár, serta kekuasaan atas Wallachia dan Moldavia.
Jika ditotal, Kekhalifahan Utsmaniyah kehilangan wilayah sebesar 160 ribu km², atau kira-kira setara dengan luas Pulau Jawa dan Bali.
Inilah peristiwa pertama yang menandakan mundurnya ekspansi dakwah Kekhalifahan Utsmaniyah. Sejak Perjanjian Karlowitz, kaum Muslimin tidak pernah lagi menambah wilayahnya.
Kemenangan dan kekalahan dipergilirkan. Yang menang ada syaratnya, dan yang kalah ada sebabnya. Kita belajar sejarah untuk mengetahui bagaimana syarat-syarat untuk menang dan belajar dari kekalahan Utsmaniyah agar tak jatuh di lubang yang sama. Itulah spiritnya. [Cms]