KEBIJAKSANAAN dan kekuatan akal Khadijah. Beliau memilih Nabi sebagai suami, padahal ia kaya raya yang menjadi incaran para lelaki kaya dan terhormat di tengah-tengah kaumnya. Namun, enggan menerima mereka, sudah cukup menunjukkan kebijaksanaan, kecerdasan, dan kekuatan akalnya.
Hanya dengan kebijaksanaan dan kekuatan akal, ia tahu bahwa kejantanan sempurna, kemuliaan sifat ksatria, dan watak yang lurus tidak berada didalam kekayaan materi dan harta benda yang pasti akan lenyap.
Baca Juga: Cemburunya Aisyah terhadap Khadijah
Kebijaksanaan dan Kekuatan Akal Khadijah
Ia mencari kekayaan jenis lain. Kekayaan jiwa, nurani, dan kelembutan perangai. Di mana gerangan ia bisa menemukan semua itu secara sempurna pada sosok selain Muhammad?
Meski demikian, sebagian referensi menyebut salah satu alasan Khadijah mendekati Nabi adalah keahlian beliau dalam berjual-beli, kejujuran, dan amanah dalam berdagang, atau faktor-faktor lain seperti yang didengar Khadijah.
Namun, meski faktor tersebut menjadi salah satu penyebab wanita menginginkan lelaki -terlebih bagi wanita berharta seperti Khadijah yang menginginkan seorang lelaki yang bisa memperdagangkan harta miliknya.
Mungkin pertimbangan tersebut menjadi salah satu faktor utama yang membenarkan alasan Khadijah menikah dengan Muhammad yang lima belas tahun lebih muda.
Karena beliau kala itu berusia dua puluh lima tahun, sementara ia sendiri berusia empat puluh tahun. Terlebih kala itu beliau minim harta, tidak memiliki kedudukan dan kepemimpinan.
Namun Khadijah menemukan sesuatu di balik kejujuran, amanat, keahlian dalam berdagang, dan nasab terhormat yang membernarkan alasannya menikahi Muhammad di hadapan kaumnya.
Hanya saja saat mencari tahu faktor hakiki pernikahan sang wanita yang sudah menginjak usia empat puluh tahun ini dengan Muhammad artinya usia kematangan akal dan kedewasaan, bukan lagi sebagai gadis dungu ataupun wanita tua yang sudah lapuk.
Faktor hakiki pendorong pernikahan ini adalah upaya Khadjah untuk mencari kejantanan sempurna. Kejantanan yang dimaksud mencakup akhlak, sifat ksatria, kekuatan masa muda, sikap mengalah (mementingkan orang lain), dan sifat-sifat mulia.
Muhammad tidak akan mau menikah dengan Khadijah meski memiliki harta benda sepenuh bumi, dan meski ia wanita tercantik di dunia, andai saja bukan karena kekuatan akal, kecerdesan, dan pengakuan kaumnya akan kemuliaan sifat, perilaku terpuji, menjaga diri, hati nan lurus dan nasab terhormat yang beliau ketahui.
Karena semua alasan inilah keinginan Khadijah selaras dengan keinginan Muhammad untuk hidup berdampingan.
Benar dugaan Muhammad terkait Khadijah, karena ia adalah seorang istri sandaran terbaik.
Kekuatan akal dan kecerdasannya mendorong untuk beriman kepada apa yang disampaikan Muhammad, mengikuti segala perilaku keimanan dan ketaatan.
Suatu ketika, Nabi pulang ke rumah Khadijah setelah diajari Jibril tata cara Shalat. Beliau kemudian menyampaikan hal itu kepada Khadijah, lalu Khadijah pun berkata, “Ajarkan kepadaku (tata cara shalat) yang Jibril ajarkan kepadamu.”
Nabi kemudain mengajarkan shalat kepada Khadijah berwudhu seperti beliau, kemudian shalat bersama berliau dan berkata, “Aku bersaksi bahwa engaku adalah utusan Allah.” [Cms[
Sumber : Biografi 35 Shahabiyah Nabi, Syaikh Mahmud Al-Mishri, Ummul Qura