TAWAZUN itu keseimbangan. Manusia terdiri dari berbagai unsur. Ada pula hak dan kewajiban. Tawazunlah, karena dengan begitulah kita akan sehat dan bahagia.
Di awal interaksi para sahabat Nabi di Madinah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mempersaudarakan mereka. Yaitu, sahabat yang berasal dari Mekah dipersaudarakan dengan tuan rumah dari Madinah.
Salah satu persaudaraan bentukan Nabi itu adalah dua sahabat Nabi yang bernama Salman dan Abu Darda, radhiyallahu ‘anhuma. Salman dari Mekah, dan Abu Darda asli Madinah.
Salman menangkap ada yang berbeda dengan Abu Darda. Sahabat yang menjadi tuan rumah ini lebih fokus pada ibadah dari urusan duniawiah.
Ketika Abu Darda menyediakan makanan ke Salman, ia tidak makan meskipun ia menawarkan tamunya untuk makan.
“Silahkan dimakan. Aku sedang berpuasa,” ucap Abu Darda.
Salman tidak lantas langsung mengiyakan. Ia paham betul kalau tuan rumahnya sedang puasa sunnah, sementara menjamu tamu dengan baik merupakan hal yang wajib.
“Aku tidak akan makan kalau engkau tidak makan,” jawab Salman singkat. Akhirnya, keduanya makan bersama-sama.
Salman juga terkejut ketika bertemu dengan istri Abu Darda. Pakaian dan penampilannya begitu kusut seperti tak terurus.
Salman pun menanyakan itu ke istri Abu Darda. Istri Abu Darda mengatakan, “Saudaramu itu lebih mementingkan ibadah dan tak peduli dengan urusan dunia.”
Ketika malam menjelang, Abu Darda tengah bersiap-siap akan shalat malam. Salman menghampirinya. Ia mengatakan, “Tidurlah. Kamu butuh istirahat.” Abu Darda pun tidur.
Saat tengah malam datang, Abu Darda lagi-lagi tengah bersiap untuk shalat malam. Salman menghampirinya lagi. “Tidurlah, kamu butuh istirahat,” ucapnya lagi.
Dan ketika malam tinggal sepertiganya, Salman mengajak Abu Darda untuk melaksanakan shalat malam bersama-sama.
Usai shalat malam bersama, Salman mengatakan sesuatu kepada Abu Darda, “Sesungguhnya untuk Rabbmu ada hak, untuk dirimu ada hak, untuk keluargamu juga ada hak. Maka, penuhilah masing-masing hak itu.”
Abu Darda pun menemui Rasulullah dan menceritakan apa yang dilakukan dan disampaikan Salman kepadanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Salman itu benar.” (HR. Bukhari)
Inti dari kisah dua sahabat mulia ini adalah tentang tawazun atau keseimbangan. Sangat baik jika seseorang begitu memperhatikan ibadah dan urusan akhirat.
Namun begitu, ia saat ini sedang hidup di dunia. Bersamanya ada istri, ada anak, ada orang tua, ada pekerjaan yang harus dituntaskan, ada tetangga yang perlu perhatian, dan lainnya.
Semua pihak yang bersama kita di kehidupan dunia itu pun memiliki hak dari diri kita. Dan itulah kewajiban kita terhadap mereka.
Begitu pun jika dalam keadaan sebaliknya. Silahkan kita urus dengan baik sisi dunia kita. Tapi, jangan lupakan Allah. Karena Allah pun punya hak terhadap diri kita yaitu dengan menunaikan ibadah kepadaNya.
Jagalah tawazun di semua hal. Karena alam raya yang mengelilingi kita saat ini Allah ciptakan dalam keadaan tawazun. [Mh]